Tantrum Anak Bukan Bencana, Ini Cara Pintar Orang Tua Menghadapinya

Cara Efektif Menghadapi Anak Tantrum
Sumber :
  • lifeworks

Menghadapi anak yang sedang tantrum memang bukan perkara mudah. Banyak orang tua mengaku merasa kewalahan, bahkan terkadang frustrasi ketika si kecil mulai berteriak, menangis kencang, atau berguling di lantai. Namun, perlu diingat bahwa tantrum adalah bagian normal dari proses tumbuh kembang anak, khususnya di usia 1 hingga 5 tahun. Dengan strategi yang tepat, momen penuh emosi ini bisa diredakan, bahkan dijadikan kesempatan belajar bagi anak untuk mengenali dan mengelola perasaannya.

Panduan Genshin Impact 2025: Tips Dari Pemula Sampai Jadi Pro

Lalu, bagaimana cara terbaik yang bisa dilakukan orang tua untuk menghadapi tantrum? Berikut panduan yang dapat membantu.

Tetap Tenang sebagai Langkah Pertama

Cara Main ARC Raiders Biar Cepat Pro, Cocok untuk Pemula 2025

Ketika anak mulai kehilangan kendali, reaksi pertama orang tua biasanya ikut terbawa emosi. Padahal, ikut marah justru akan memperburuk keadaan. Anak cenderung semakin keras tantrumnya jika orang tua menunjukkan kemarahan. Karena itu, penting untuk tetap tenang. Tarik napas dalam-dalam, lalu usahakan menjaga nada suara tetap lembut namun tetap tegas. Dengan sikap ini, anak akan belajar bahwa emosi bisa dikendalikan tanpa harus berteriak atau meledak.

Memberi Ruang Aman untuk Meluapkan Emosi

Gak Ribet! 3 Trik Sederhana Supaya Gemini AI Hasilkan Gambar Lebih Realistis

Tidak semua tantrum perlu dihentikan seketika. Ada kalanya anak hanya butuh meluapkan emosinya. Jika berada di rumah, biarkan anak mengekspresikan perasaannya di tempat yang aman. Sementara itu, bila tantrum terjadi di ruang publik, sebaiknya orang tua mencari lokasi yang lebih tenang. Hal ini bertujuan agar anak tidak semakin tertekan oleh tatapan orang sekitar. Memberi ruang aman juga menunjukkan bahwa orang tua menghargai perasaan anak tanpa harus langsung menekannya.

Validasi Perasaan Anak

Sering kali, anak tantrum karena merasa tidak dimengerti. Oleh sebab itu, penting bagi orang tua untuk melakukan validasi. Ungkapkan kalimat sederhana seperti, “Ibu tahu kamu sedang marah,” atau, “Ayah mengerti kalau kamu kecewa.” Walaupun tidak selalu bisa memenuhi permintaan anak, pengakuan terhadap perasaan mereka membuat anak merasa lebih dihargai. Validasi ini juga membantu anak mengenali emosinya sendiri.

Mengalihkan Perhatian dengan Cara Positif

Setelah emosi anak mulai mereda, orang tua bisa mengalihkan perhatiannya pada hal-hal yang lebih positif. Misalnya, menawarkan mainan kesukaannya, mengajak menggambar, atau bernyanyi bersama. Aktivitas sederhana seperti ini dapat memecah fokus anak dari sumber emosinya, sekaligus menumbuhkan rasa gembira yang baru. Cara ini terbukti cukup efektif, terutama untuk anak usia balita yang masih mudah teralihkan.

Mengajarkan Anak Mengenali dan Mengungkapkan Emosi

Tantrum sering muncul karena anak belum memiliki kemampuan untuk mengungkapkan perasaan dengan kata-kata. Di sinilah peran orang tua menjadi sangat penting. Ajak anak menyebutkan emosinya, apakah ia marah, sedih, atau kecewa. Kemudian, beri contoh cara menenangkan diri, seperti menarik napas panjang, menghitung sampai lima, atau duduk sejenak hingga lebih tenang. Dengan latihan ini, anak akan belajar bahwa ada cara lain yang lebih sehat untuk mengekspresikan emosi.

Konsisten dengan Aturan yang Berlaku

Salah satu kesalahan yang kerap dilakukan orang tua adalah menyerah pada permintaan anak ketika tantrum. Meski bisa meredakan situasi untuk sementara, hal ini justru menimbulkan kebiasaan buruk. Anak akan berpikir bahwa tantrum adalah cara efektif untuk mendapatkan sesuatu. Karena itu, orang tua perlu konsisten dengan aturan yang sudah dibuat. Konsistensi ini memberikan pesan jelas bahwa ada batasan yang tidak bisa dilanggar meski anak sedang marah.

Memberi Pelukan Setelah Anak Tenang

Setelah badai emosi reda, jangan ragu untuk memberikan pelukan hangat. Sentuhan fisik ini mampu membuat anak merasa aman, diterima, dan tetap disayangi meski sebelumnya ia berperilaku negatif. Pelukan juga menjadi simbol bahwa orang tua hadir sebagai tempat berlindung, sekaligus membantu anak memulihkan rasa tenang lebih cepat.

Mengevaluasi Penyebab Tantrum

Setiap tantrum tentu memiliki pemicu. Bisa jadi anak sedang lapar, lelah, bosan, atau merasa kurang diperhatikan. Dengan mengevaluasi penyebabnya, orang tua bisa lebih mudah melakukan pencegahan. Misalnya, memastikan anak cukup makan, tidur cukup, atau diberi waktu bermain yang memadai. Mengenali pola tantrum ini juga akan memudahkan orang tua dalam mengatur strategi di masa depan.

Tantrum adalah Bagian dari Proses Belajar

Pada akhirnya, tantrum adalah bagian wajar dari proses pertumbuhan anak. Justru melalui momen ini, anak belajar mengenali emosinya, sementara orang tua punya kesempatan untuk mengajarkan cara mengelolanya. Kuncinya adalah kesabaran, konsistensi, dan keteladanan dari orang tua.

Tantrum memang bisa melelahkan, tetapi dengan cara yang tepat, momen ini bisa diubah menjadi pengalaman berharga, baik bagi anak maupun orang tua. Jadi, alih-alih melihat tantrum sebagai masalah besar, cobalah memandangnya sebagai proses alami yang akan membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang lebih matang secara emosional.