Geger! Gagal ke Piala Dunia 2026, Kluivert Terancam Dipecat — PSSI Harus Bayar Kompensasi Fantastis!
- tvonenews.com
Setelah kegagalan Timnas Indonesia melangkah ke Piala Dunia 2026, masa depan pelatih kepala Patrick Kluivert kini menjadi sorotan tajam publik. Seruan “Kluivert Out!” menggema di Stadion King Abdullah Sport City, Jeddah, Arab Saudi, usai Indonesia tumbang 0-1 dari Irak pada Minggu, 12 Oktober 2025 dini hari WIB. Tak hanya di stadion, tuntutan yang sama juga membanjiri media sosial, terutama di platform X, tempat para penggemar sepak bola Tanah Air meluapkan kekecewaan mereka.
Publik menilai, Kluivert gagal memberikan hasil yang diharapkan. Harapan tinggi yang disematkan kepadanya sejak awal justru berujung pada kekecewaan. Kini, perhatian beralih ke langkah yang akan diambil PSSI: apakah mempertahankan pelatih asal Belanda itu, atau memutus kerja sama lebih cepat?
PSSI Wajib Bayar Kompensasi Jika Pecat Kluivert
Meski banyak desakan untuk segera mengganti pelatih, PSSI tidak bisa mengambil keputusan secara gegabah. Menurut rencana, nasib Kluivert akan dibahas dalam rapat Komite Eksekutif (Exco) PSSI. Hanya saja, hingga kini belum ada jadwal pasti kapan rapat itu akan digelar.
Jika pada akhirnya Patrick Kluivert dipecat, PSSI tidak hanya kehilangan pelatih, tetapi juga harus menanggung konsekuensi finansial yang besar. Pasalnya, pria berusia 49 tahun itu masih memiliki kontrak resmi hingga awal tahun 2027. Artinya, kontrak tersebut masih tersisa sekitar 14 bulan.
Menurut laporan media Turki Zpor, saat melatih klub Adana Demirspor, Kluivert menerima bayaran sekitar 142.000 euro per bulan — setara dengan Rp2,7 miliar. Tidak tertutup kemungkinan, angka tersebut juga menjadi acuan saat ia menandatangani kontrak dengan PSSI.
Jika angka itu benar, dan PSSI memutus kontrak Kluivert sebelum waktunya, maka federasi harus membayar sisa kontraknya yang mencapai sekitar Rp37,8 miliar. Jumlah ini tentu bukan angka kecil, terutama mengingat PSSI juga masih memiliki kewajiban membayar kompensasi kepada pelatih sebelumnya, Shin Tae-yong, yang juga diberhentikan lebih awal.
Dengan kata lain, pemecatan Kluivert bisa membuat keuangan PSSI “berdarah-darah.” Dua kali harus membayar pesangon pelatih asing dalam waktu berdekatan tentu menjadi beban berat, terutama di tengah berbagai kebutuhan pembenahan sepak bola nasional yang juga membutuhkan dana besar.
PSSI dalam Dilema: Pertahankan atau Pecat?
Kini, federasi sepak bola Indonesia berada dalam situasi sulit. Di satu sisi, desakan publik untuk melakukan perubahan semakin keras. Namun di sisi lain, keputusan memecat Kluivert akan berdampak besar terhadap keuangan federasi.
Selain itu, PSSI juga perlu memikirkan keberlanjutan program pembinaan dan strategi jangka panjang Timnas. Jika terlalu sering berganti pelatih, adaptasi pemain dan kesinambungan taktik akan terganggu. Situasi ini mirip dengan apa yang terjadi beberapa tahun terakhir, ketika Timnas harus berulang kali beradaptasi dengan filosofi pelatih berbeda.
Siapa yang Layak Menggantikan Kluivert?
Di tengah isu pemecatan Kluivert, nama-nama calon pengganti mulai bermunculan. Yang paling sering disebut adalah Shin Tae-yong, mantan pelatih yang sempat membawa perubahan signifikan dalam gaya bermain Timnas Indonesia. Banyak pendukung menilai, pelatih asal Korea Selatan itu layak kembali karena sudah mengenal karakter pemain dan kultur sepak bola Indonesia dengan baik.
Selama masa kepemimpinannya, Shin dikenal sebagai sosok yang disiplin dan mampu mengangkat performa pemain muda. Ia juga berperan besar dalam membentuk skuad yang kompetitif, termasuk membawa Timnas ke final Piala AFF 2020 dan tampil impresif di Piala Asia U-23.
Selain Shin Tae-yong, muncul pula nama Jesus Casas, mantan pelatih Timnas Irak. Casas dikenal sebagai pelatih dengan strategi modern dan fleksibel. Ia sukses membawa Irak tampil gemilang di Piala Asia 2023, termasuk mencetak kemenangan bersejarah 2-1 atas Jepang di fase grup. Keberhasilannya membuat banyak pihak menilai, Casas bisa menjadi alternatif menarik jika PSSI ingin membawa angin segar ke tubuh Timnas Garuda.
Namun, mendatangkan pelatih asing berkualitas tentu tidak murah. Biaya kontrak tinggi dan kebutuhan fasilitas pendukung menjadi tantangan tersendiri. Karena itu, PSSI perlu berhati-hati dalam menentukan pilihan agar tidak kembali terjebak dalam siklus pelatih masuk dan keluar tanpa hasil nyata.
Masa Depan Kluivert Masih Abu-Abu
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari PSSI maupun Kluivert terkait masa depan kerja sama keduanya. Sang pelatih sendiri disebut telah kembali ke Belanda usai kekalahan dari Irak, meski belum diketahui apakah kepergiannya bersifat sementara atau permanen.
Jika melihat pola keputusan sebelumnya, PSSI kemungkinan akan menunggu hingga evaluasi resmi dilakukan. Hasil rapat Exco nanti akan menjadi penentu apakah Kluivert akan diberi kesempatan memperbaiki performa tim, atau justru diakhiri masa baktinya lebih cepat.
Publik tentu berharap PSSI mengambil langkah yang tepat — bukan hanya soal siapa pelatihnya, tetapi juga arah pembangunan sepak bola nasional secara menyeluruh. Karena, sebesar apa pun nama pelatih, tanpa sistem yang kuat dan dukungan berkelanjutan, hasil maksimal akan sulit dicapai.
Untuk saat ini, yang bisa dilakukan adalah menunggu keputusan resmi dari federasi. Apakah Patrick Kluivert akan bertahan hingga kontraknya berakhir pada 2027, atau justru menjadi pelatih berikutnya yang tersingkir sebelum waktunya? Waktu yang akan menjawab. Namun satu hal pasti, suara publik sudah jelas: mereka ingin perubahan nyata di tubuh Timnas Indonesia.
 
	         
             
           
              
     
              
     
              
     
              
     
              
     
              
     
     
     
     
     
     
                   
                   
                   
                   
                   
     
     
     
     
     
    