Trump Ultimatum Hamas: “Serahkan Senjata atau Kami yang Akan Bertindak!” Dunia Tegang Menanti Langkah Amerika

Video Penyiksaan Brutal Tahanan Palestina
Sumber :
  • palestina

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, kembali membuat pernyataan mengejutkan terkait konflik berkepanjangan di Gaza. Dalam pidatonya yang disiarkan pada Kamis (16/10/2025) waktu setempat, Trump menegaskan bahwa Hamas harus segera melucuti seluruh persenjataannya sebagai bagian dari rencana perdamaian yang diusulkan Washington. Jika tidak, ia dengan tegas menyatakan bahwa militer AS akan turun tangan langsung untuk melucuti kelompok tersebut.

Pasukan Israel Kembali Serang Gaza, 104 Warga Tewas dalam Sehari

“Sekarang mereka harus melakukannya. Dan jika tidak, kami yang akan melakukannya,” ujar Trump, seperti dikutip dari Al Jazeera.
Pernyataan itu sontak mengguncang dunia internasional, terutama di tengah upaya rapuh untuk menjaga gencatan senjata yang baru dimulai beberapa pekan lalu.

Rencana Perdamaian 20 Poin Versi Trump

Konflik Gaza Panas Lagi! Israel Bombardir Rafah, AS Masih Bicara Soal Damai?

Pernyataan keras Trump ini bukan tanpa dasar. Ia mengungkapkan bahwa perlucutan senjata Hamas merupakan bagian penting dari 20 poin rencana perdamaian Gaza yang telah disusun oleh pemerintahannya. Rencana tersebut terdiri dari beberapa tahapan, di mana salah satu poin krusialnya adalah gencatan senjata tahap kedua yang diiringi pembentukan pemerintahan sementara di Gaza.

Trump juga mengklaim bahwa pihak Hamas sebenarnya telah memberikan sinyal setuju terhadap perjanjian pelucutan senjata tersebut. Namun, hingga kini belum ada konfirmasi resmi dari pihak Hamas mengenai kesepakatan itu.

Rusia Pamer Rudal Nuklir Abadi! Burevestnik Diklaim Bisa Terbang Keliling Bumi Tanpa Terlacak!

Menurut Trump, langkah pelucutan senjata ini menjadi kunci untuk membuka babak baru perdamaian di Timur Tengah. Ia menyebut bahwa tanpa adanya jaminan keamanan dan pengawasan internasional, proses rekonstruksi Gaza tidak akan pernah berhasil.

Hamas: “Kami Tidak Akan Serahkan Senjata Begitu Saja”

Namun, di sisi lain, Hamas menolak tegas rencana pelucutan senjata tanpa adanya kejelasan siapa yang akan menjamin keamanan rakyat Gaza. Juru bicara Hamas menegaskan bahwa mereka tidak akan menyerahkan senjata sebelum ada pihak netral yang benar-benar bertanggung jawab atas keselamatan warga Palestina.

Sikap keras Hamas ini berakar dari pengalaman masa lalu, di mana Israel kerap melanggar perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati. Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, gencatan senjata hanya bertahan hitungan hari sebelum kembali pecah akibat serangan yang dilakukan pihak Zionis.

“Selama Israel masih menduduki wilayah kami dan melakukan pelanggaran, kami tidak akan pernah meletakkan senjata,” ungkap salah satu pejabat Hamas, seperti dikutip media Timur Tengah.

Pencarian Jenazah Sandera Israel

Selain membahas soal perlucutan senjata, Trump juga menyinggung upaya pencarian jenazah sandera Israel yang tewas selama perang. Menurutnya, Hamas kini tengah berusaha keras menemukan dan mengembalikan seluruh jenazah para sandera yang telah disepakati dalam perjanjian pertukaran.

“Mereka sedang menggali. Mereka benar-benar sedang menggali. Ada area di mana mereka menggali dan menemukan banyak jenazah, lalu mereka harus memilah jenazah-jenazah itu,” kata Trump.

Ia menjelaskan bahwa banyak jenazah ditemukan di bawah reruntuhan bangunan yang hancur akibat serangan militer Israel. Proses ini, kata Trump, sangat berat dan memakan waktu lama karena kondisi lapangan yang berbahaya dan sulit diakses.

Trump menambahkan bahwa Hamas berkomitmen mencari seluruh 28 jenazah sandera Israel yang tewas, sesuai kesepakatan antara kedua pihak. Sebelumnya, seluruh 20 sandera hidup telah dibebaskan pada Senin (13/10/2025).

“Kita telah membebaskan semua sandera hidup. Mereka yang tewas juga mulai dipulangkan hari ini. Ini proses yang mengerikan, tapi kita harus menuntaskannya,” ujar Trump dengan nada serius.

Dunia Menyimak, Gaza Masih Terluka

Pernyataan Trump tentu menimbulkan beragam reaksi dari dunia internasional. Beberapa negara sekutu AS menyambut baik inisiatif perdamaian tersebut, namun sebagian lainnya menilai ultimatum Trump terlalu berisiko dan bisa memicu ketegangan baru.
Apalagi, kondisi Gaza hingga kini masih jauh dari kata pulih. Infrastruktur hancur, ribuan warga kehilangan tempat tinggal, dan situasi kemanusiaan masih sangat memprihatinkan.

Pemerintah Mesir dan Qatar, yang selama ini berperan sebagai mediator antara Hamas dan Israel, dikabarkan tengah berusaha menenangkan situasi diplomatik agar konflik tidak kembali pecah. Mereka menyerukan agar semua pihak fokus pada pemulihan kemanusiaan dan rekonstruksi Gaza, bukan memperuncing perdebatan politik dan militer.

Trump Dinilai “Melunak” tapi Tetap Tegas

Menariknya, meski keras terhadap Hamas, Trump dalam kesempatan berbeda juga menyampaikan pendekatan yang lebih lunak. Ia menyebut bahwa setelah perang berakhir, Hamas akan diizinkan memulihkan persenjataan defensifnya sebagai bagian dari sistem keamanan internal, asalkan berada di bawah pengawasan internasional.
Langkah ini dinilai sebagai kompromi antara kebutuhan keamanan Israel dan hak pertahanan diri Palestina.

Namun, banyak pengamat menilai pernyataan Trump itu masih abu-abu. Di satu sisi, ia menginginkan perdamaian yang “adil”, tetapi di sisi lain, pendekatannya yang bernuansa militeristik bisa menimbulkan kecurigaan dari pihak Arab dan Muslim.

Menanti Langkah Selanjutnya

Kini, dunia menanti bagaimana kelanjutan dari rencana perdamaian 20 poin tersebut. Apakah Hamas benar-benar akan melucuti senjatanya? Ataukah ultimatum Trump justru akan memperburuk ketegangan di wilayah yang sudah lama dilanda perang?

Satu hal yang pasti, Gaza masih menjadi simbol luka panjang konflik Timur Tengah. Setiap langkah, baik dari pihak Hamas, Israel, maupun Amerika Serikat, akan sangat menentukan arah masa depan kawasan itu.

Trump menutup pernyataannya dengan nada optimistis namun penuh peringatan.
“Kami ingin perdamaian, tapi bukan perdamaian yang lemah. Perdamaian harus berarti keamanan bagi semua pihak,” ujarnya.

Dengan situasi yang terus berubah, dunia kini menunggu—apakah ancaman Trump akan benar-benar diwujudkan, atau justru menjadi tekanan diplomatik terakhir sebelum damai benar-benar terwujud di Gaza.