Louis van Gaal Dirumorkan Latih Timnas Indonesia? Ini 4 Alasan Kenapa Hampir Mustahil Terjadi!

Timnas Indonesia
Sumber :
  • AFC

Rumor mengejutkan tentang kemungkinan Louis van Gaal menangani Timnas Indonesia sempat mengguncang dunia maya. Isu itu mencuat setelah jurnalis Spanyol, Victor Catalina, menulis cuitan “Selamat Datang Louis van Gaal” disertai bendera Indonesia. Unggahan tersebut sontak memantik spekulasi bahwa pelatih legendaris asal Belanda itu akan menggantikan Patrick Kluivert sebagai juru taktik skuad Garuda.

Ivar Jenner Bangga Jadi Kapten Timnas Indonesia U-22 Jelang SEA Games 2025

Namun, pengamat sepak bola Tanah Air, Haris Pardede—yang akrab disapa Bung Harpa—menilai peluang itu sangat kecil. Menurut analisisnya, setidaknya ada empat alasan kuat mengapa kemungkinan Van Gaal melatih Timnas Indonesia hampir mustahil terwujud.

1. Kondisi Kesehatan yang Masih Rentan

3 Pekerjaan Rumah Mendesak Timnas Indonesia U-22 Jelang SEA Games 2025

Faktor pertama dan paling krusial adalah kesehatan Louis van Gaal. Pelatih berusia 74 tahun itu diketahui mengidap kanker prostat sejak akhir 2022. Meski sempat dikabarkan pulih pada pertengahan 2025, kondisi kesehatannya tetap menjadi kekhawatiran besar jika ia harus menjalani aktivitas padat sebagai pelatih, terutama di negara tropis dengan jadwal kompetisi yang intens.

“Kalau dilihat dari berbagai aspek, peluang Van Gaal melatih Indonesia sangat kecil. Bahkan untuk kembali melatih di Eropa saja rasanya sulit,” ujar Bung Harpa dalam program Morning Zone di kanal YouTube Official Okezone, Senin (20/10/2025).

Pemain Abroad Masih Tanda Tanya, Indra Sjafri Bongkar Situasi Rumit Jelang SEA Games 2025

Ia menambahkan, usia Van Gaal memang belum tergolong uzur dibanding beberapa pelatih lain, seperti Dick Advocaat yang kini melatih Timnas Curacao. Namun, kondisi kesehatan yang sempat memburuk menjadi pertimbangan besar. “Seingat saya, Van Gaal sempat mengalami masalah serius dengan kesehatannya, dan itu jelas bisa menjadi kendala,” lanjutnya.

2. Sudah Lama Vakum dari Dunia Kepelatihan

Selain masalah kesehatan, Bung Harpa juga menyoroti fakta bahwa Louis van Gaal sudah cukup lama tidak aktif di dunia kepelatihan. Setelah membawa Timnas Belanda menembus perempat final Piala Dunia 2022 di Qatar, Van Gaal belum pernah lagi duduk di bangku pelatih.

“Van Gaal sudah vakum selama tiga tahun. Ini berbeda dengan Dick Advocaat yang meski usianya lebih tua, masih rutin melatih,” jelas Bung Harpa.

Ia lalu memberikan perumpamaan menarik. “Ibaratnya seperti orang yang sudah lama tidak menyetir mobil. Ketika disuruh mengemudi lagi, pasti butuh waktu untuk menyesuaikan. Begitu juga dengan melatih tim sepak bola—ada ritme dan insting yang bisa tumpul jika terlalu lama tidak aktif.”

Dalam sepak bola modern yang terus berkembang, pelatih dituntut untuk selalu mengikuti tren taktik dan pendekatan baru. Ketidakhadiran Van Gaal selama beberapa tahun membuatnya mungkin perlu adaptasi panjang, sesuatu yang sulit dilakukan bila langsung menangani tim nasional di benua lain.

3. Tidak Punya Pengalaman di Luar Eropa

Nama Louis van Gaal memang besar di Eropa. Ia dikenal sebagai pelatih yang sarat pengalaman dan prestasi. Selama kariernya, ia pernah menukangi klub-klub elite seperti Ajax Amsterdam, Barcelona, AZ Alkmaar, Bayern Munich, hingga Manchester United. Ia juga tiga kali menangani Timnas Belanda dalam periode berbeda.

Meski begitu, seluruh karier Van Gaal berpusat di Eropa Barat. Ia belum pernah sekalipun melatih di luar benua tersebut. “Itu menjadi faktor lain yang membuat peluangnya melatih Indonesia sangat kecil,” terang Bung Harpa.

Menurutnya, pelatih yang akan menangani Timnas Indonesia idealnya memahami kultur dan karakter sepak bola Asia, termasuk gaya bermain pemain-pemain dari kawasan ASEAN. Adaptasi terhadap kondisi cuaca, pola latihan, hingga mentalitas pemain juga menjadi aspek penting yang tidak bisa diabaikan.

“Pelatih asing yang sukses di Asia umumnya punya pengalaman di sini sebelumnya, atau setidaknya pernah bekerja di negara dengan kultur sepak bola serupa,” ujarnya. “Van Gaal tidak memiliki latar belakang itu, sehingga butuh waktu panjang untuk menyesuaikan diri.”

4. Gaji Selangit, Di Luar Jangkauan PSSI

Faktor terakhir yang menjadi tembok besar bagi kemungkinan Van Gaal melatih Indonesia adalah soal finansial. Gaji yang diterima pelatih asal Belanda itu ketika menangani Timnas Belanda pada 2021–2022 mencapai 2,9 juta euro per tahun, atau sekitar Rp56 miliar. Angka ini tentu sangat tinggi untuk ukuran PSSI, yang memiliki keterbatasan anggaran dalam merekrut pelatih top dunia.

Dengan gaji sebesar itu, sulit membayangkan federasi sepak bola Indonesia sanggup menanggung kontraknya. Apalagi, biaya tambahan seperti staf pelatih, penerjemah, dan kebutuhan pribadi juga akan menambah beban finansial.

“Louis van Gaal pernah membawa Ajax juara Liga Champions 1994–1995, prestasi luar biasa yang membuat namanya mahal hingga kini,” kata Bung Harpa. “PSSI tentu perlu realistis melihat kemampuan anggaran sebelum memutuskan nama pelatih baru.”

Selain gaji, Van Gaal juga dikenal sebagai pelatih yang tegas dan perfeksionis. Ia biasanya menuntut fasilitas, infrastruktur, dan dukungan teknis yang setara dengan standar Eropa. Jika kondisi di Indonesia belum memenuhi ekspektasinya, besar kemungkinan ia akan menolak tawaran apa pun sejak awal.

Lebih Rasional Cari Alternatif

Melihat empat faktor di atas—mulai dari kesehatan, masa vakum, kurangnya pengalaman di luar Eropa, hingga gaji selangit—maka peluang Louis van Gaal menjadi pelatih Timnas Indonesia memang sangat kecil.

Bung Harpa menyarankan agar publik dan federasi lebih realistis dalam menyikapi rumor ini. Ia menilai, lebih baik PSSI fokus mencari pelatih dengan pengalaman di Asia atau Timur Tengah yang lebih paham karakter sepak bola kawasan ini.

“Pelatih besar seperti Van Gaal tentu menarik secara nama. Tapi dalam konteks kebutuhan Timnas Indonesia, kita harus melihat dari sisi relevansi dan kemungkinan nyata,” pungkasnya.

Dengan demikian, meski rumor kedatangan Louis van Gaal sempat membuat publik heboh, secara logis hampir mustahil bagi pelatih legendaris Belanda itu untuk benar-benar duduk di kursi pelatih Garuda. PSSI tampaknya perlu beralih ke sosok yang lebih muda, energik, dan adaptif terhadap kultur sepak bola Indonesia.