Media China Sindir Pedas Timnas Indonesia, Banyak Pemain Naturalisasi tapi Minim Kualitas
- x.com
Gadget – Media China kembali menyoroti performa Timnas Indonesia setelah tersingkir dari Kualifikasi Piala Dunia 2026. Mereka menilai skuad Garuda yang kini dipenuhi pemain naturalisasi tak mampu menunjukkan kualitas permainan yang diharapkan. Kritik tajam ini juga menyeret nama pelatih asal Belanda, Patrick Kluivert, yang dianggap gagal memanfaatkan potensi besar di dalam tim.
Sorotan ini datang usai laga melawan Arab Saudi dan Irak, dua pertandingan penting yang justru berakhir dengan kekalahan. Dalam analisisnya, media China bahkan mengaku “tak habis pikir” dengan keputusan formasi dan strategi yang diterapkan Kluivert saat menghadapi dua lawan berat tersebut.
“Timnas Indonesia mengirimkan 20 pemain naturalisasi ke kualifikasi Piala Dunia tetapi akhirnya gagal lolos,” tulis media China 163.com, dikutip dari laporan tvOnenews.
“Selama babak kualifikasi ini, Indonesia tiba-tiba mengibarkan bendera naturalisasi,” lanjutnya dengan nada sindiran.
Banyak Pemain Naturalisasi, Tapi Hasil Tak Sebanding
Pemain naturalisasi memang menjadi bagian dari program yang dijalankan PSSI dalam beberapa tahun terakhir. Tujuannya sederhana: memperkuat skuad Garuda agar mampu bersaing di level internasional. Namun, hasil di lapangan ternyata tak seindah harapan.
Media China menilai, meski semangat Indonesia tinggi dalam merekrut pemain keturunan dari Eropa, performa tim secara keseluruhan belum menunjukkan peningkatan signifikan. Kekalahan beruntun dari Arab Saudi (2-3) dan Irak (0-1) dianggap sebagai bukti bahwa naturalisasi belum menjadi solusi instan bagi prestasi tim.
Kritik ini menjadi semakin tajam karena jumlah pemain naturalisasi di timnas Indonesia kini tergolong banyak. Nama-nama seperti Elkan Baggott, Jay Idzes, Thom Haye, Ivar Jenner, hingga Jairo Riedewald seharusnya bisa membawa dampak positif, namun nyatanya tak cukup untuk membawa Indonesia menembus Piala Dunia 2026.
Kritik Mengarah ke Patrick Kluivert
Selain menyindir pemain naturalisasi, media China juga menyoroti kepemimpinan Patrick Kluivert. Mantan striker Barcelona itu dianggap gagal menampilkan taktik yang matang dan permainan yang konsisten.
“Indonesia gagal menunjukkan dominasinya di babak 18 besar, hanya lolos ke babak keempat Grup C,” tulis laporan tersebut.
Kluivert dianggap terlalu banyak bicara namun minim hasil. Dalam dua pertandingan terakhir, tim asuhannya terlihat monoton dan tak memiliki variasi serangan yang berbahaya.
Kritik ini muncul sebelum kabar resmi pemecatan Kluivert oleh PSSI. Setelah hasil buruk tersebut, federasi memutuskan kerja sama dengan sang pelatih bersama staf lainnya seperti Gerald Vanenburg (U-23) dan Frank van Kempen (U-20).
PSSI Bersih-bersih Tim Pelatih Asal Belanda
Keputusan PSSI untuk menghentikan kerja sama dengan tim pelatih asal Belanda disebut sebagai langkah strategis dalam membangun arah baru pembinaan sepak bola nasional.
“Penghentian kerja sama ini dilakukan atas dasar persetujuan kedua pihak, dengan mempertimbangkan dinamika internal dan arah strategis tim nasional ke depan,” tulis pernyataan resmi federasi.
Dengan berakhirnya kontrak tersebut, tim pelatih asal Belanda itu tak lagi menangani Timnas Indonesia senior, U-23, maupun U-20. Langkah ini diharapkan bisa membuka jalan bagi pembenahan baru dalam sistem pelatihan, termasuk evaluasi terhadap efektivitas program naturalisasi.
Kritik media asing seperti dari China ini sebenarnya menjadi refleksi penting bagi sepak bola Indonesia. Pemain naturalisasi memang bisa memperkuat tim, namun tanpa pembinaan jangka panjang dan sistem taktik yang kuat, hasilnya akan sulit maksimal.
Program naturalisasi semestinya diiringi dengan peningkatan kualitas pemain lokal, pengembangan akademi, serta kontinuitas strategi di semua level timnas. Tanpa itu, perbedaan gaya bermain dan adaptasi budaya hanya akan menimbulkan ketimpangan di dalam skuad.
Presiden PSSI Erick Thohir sempat menjelaskan alasan mengapa pihaknya merekrut pelatih asal Belanda seperti Patrick Kluivert.
“Banyak pilihan, bisa Italia, bisa Spanyol, tapi dengan waktu singkat 2,5 bulan kami harus menjaga dinamika. Termasuk soal kesamaan kultur dengan pemain diaspora,” ujar Erick dalam konferensi pers di Jakarta.
Namun, hasil di lapangan membuktikan bahwa kesamaan kultur belum tentu menjamin hasil maksimal. Kini publik menunggu arah baru dari PSSI, termasuk siapa sosok pelatih berikutnya yang akan dipercaya membangun kembali kepercayaan publik terhadap Timnas Indonesia.
Sindiran media China terhadap Timnas Indonesia seharusnya menjadi alarm keras bagi federasi dan tim pelatih. Banyaknya pemain naturalisasi tanpa sistem dan strategi solid hanya akan menjadi angka tanpa makna. Kini, setelah Patrick Kluivert dipecat, publik berharap PSSI bisa menata ulang arah pembinaan agar prestasi Garuda tak sekadar penuh nama besar, tapi juga kualitas yang nyata di lapangan.
| Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di : | |
|---|---|
| @gadgetvivacoid | |
| Gadget VIVA.co.id | |
| X (Twitter) | @gadgetvivacoid |
| Whatsapp Channel | Gadget VIVA |
| Google News | Gadget |