Ditangkap Saat Check-in ke Aljazair: Begini Nasib Pencuri Permata Rp1,6 Triliun dari Louvre
- Gonzalo Fuentes/Reuters
Gadget – Paris digemparkan oleh salah satu perampokan seni paling berani dalam sejarah modern. Hanya dalam hitungan menit, dua pelaku berhasil membobol Museum Louvre—rumah bagi ribuan karya seni dunia—dan membawa kabur delapan perhiasan bersejarah senilai USD 102 juta atau sekitar Rp1,6 triliun. Namun, upaya mereka kabur ke luar negeri berakhir tragis: salah satu pelaku ditangkap tepat saat hendak naik pesawat ke Aljazair dari Bandara Charles de Gaulle.
Insiden ini bukan sekadar pencurian biasa. Ini adalah aksi terencana yang menargetkan artefak kerajaan Eropa, termasuk kalung berlian dan zamrud yang pernah diberikan Napoleon Bonaparte kepada istrinya, Permaisuri Marie-Louise. Kini, kedua tersangka—pria berusia 30-an dari Seine-Saint-Denis, pinggiran Paris—ditahan dengan tuduhan pencurian terorganisir dan konspirasi kriminal, dan bisa dipenjara hingga 96 jam tanpa dakwaan resmi selama penyelidikan berlangsung.
Berikut laporan eksklusif mengenai kronologi kejahatan, penangkapan dramatis, respons pemerintah Prancis, serta nilai sejarah dari permata yang dicuri.
Kronologi Perampokan Berani di Siang Bolong: Bobol Louvre dalam Hitungan Menit
Pada 19 Oktober 2025, sekitar pukul siang, Museum Louvre—salah satu museum paling aman dan paling dikunjungi di dunia—dibobol dengan cara yang mengejutkan. Para pelaku tidak menyusup di malam hari atau menggunakan terowongan bawah tanah. Mereka datang terang-terangan.
Menurut sumber investigasi, para pencuri tiba dengan truk yang dilengkapi tangga teleskopik. Dengan berani, mereka memanjat dinding museum, menembus area pameran perhiasan kerajaan, dan menggasak delapan buah artefak berharga dalam waktu kurang dari lima menit.
Namun, aksi mereka tidak sepenuhnya mulus. Saat melarikan diri menuruni tangga, salah satu pelaku menjatuhkan mahkota bertabur berlian dan zamrud—sebuah bukti fisik yang langsung menjadi petunjuk awal bagi penyidik.
Museum Louvre langsung ditutup selama tiga hari. Ribuan pengunjung dibatalkan tiketnya. Dan pada 22 Oktober, museum kembali dibuka—namun dengan peningkatan keamanan ekstrem dan rasa waswas yang masih menyelimuti pengunjung.
Penangkapan Dramatis di Bandara Charles de Gaulle
Enam hari setelah perampokan, pada Sabtu, 25 Oktober 2025, otoritas Prancis akhirnya mendaratkan pukulan telak. Salah satu pelaku—yang telah memesan tiket penerbangan internasional—ditangkap tepat di gerbang keberangkatan Bandara Paris-Charles de Gaulle, saat bersiap terbang ke Aljazair.
Jaksa Paris, Laure Beccuau, mengonfirmasi penangkapan tersebut dalam pernyataan resmi. “Salah satu tersangka ditahan saat hendak meninggalkan wilayah Prancis,” ujarnya. Tak lama setelah itu, pria kedua juga ditangkap di wilayah Paris.
Kedua pria tersebut kini berada dalam tahanan polisi dan menjalani interogasi intensif. Mereka diduga bagian dari jaringan kejahatan terorganisir yang telah merencanakan aksi ini selama berbulan-bulan.
Respons Pemerintah Prancis: Rahasia Investigasi Harus Dijaga
Meski penangkapan ini merupakan terobosan besar, Jaksa Laure Beccuau justru menyesalkan bocornya informasi ke media. Ia menyatakan bahwa publikasi dini dapat “menghambat upaya lebih dari 100 penyidik yang sedang bekerja siang-malam” untuk memulihkan permata yang dicuri.
Senada dengannya, Menteri Dalam Negeri Laurent Nunez meminta agar semua pihak menjaga kerahasiaan proses hukum. Dalam unggahan di platform X (mantan Twitter), ia menulis:
“Selamat kepada tim investigasi yang bekerja tanpa lelah. Namun, demi keberhasilan operasi, kami mohon media dan publik menghormati privasi proses penyelidikan.”
Permintaan ini menunjukkan bahwa otoritas Prancis belum yakin apakah jaringan pencurian ini melibatkan lebih banyak aktor—termasuk kemungkinan pembeli gelap di pasar seni internasional.
Harta Karun yang Dicuri: Warisan Napoleon yang Tak Ternilai
Delapan perhiasan yang dicuri bukan sekadar barang mewah—mereka adalah saksi sejarah kekaisaran Prancis. Yang paling mencolok adalah kalung zamrud dan berlian yang diberikan Napoleon Bonaparte kepada istrinya, Permaisuri Marie-Louise, pada awal abad ke-19.
Kalung ini merupakan bagian dari “Parure of Emeralds”, satu set perhiasan lengkap yang dibuat oleh perhiasawan kerajaan Marie-Étienne Nitot—pendiri rumah perhiasan Chaumet. Zamrud-zamrud tersebut konon berasal dari Kolombia dan dipilih langsung oleh Napoleon.
Selain itu, para pencuri juga mengambil:
- Mahkota kerajaan bertatahkan berlian
- Anting-anting zamrud besar
- Gelang emas dengan ornamen imperial
- Cincin kenangan dari masa Restorasi Bourbon
Nilai pasar barang-barang ini memang diperkirakan mencapai USD 102 juta, namun nilai sejarah dan budayanya tak ternilai. Jika dijual di pasar gelap, artefak semacam ini bisa “menghilang” selamanya dari koleksi publik.
Modus Operandi: Aksi Berani dengan Perencanaan Militer
Analisis awal menunjukkan bahwa perampokan ini direncanakan dengan presisi tinggi. Penggunaan truk dengan tangga teleskopik menunjukkan akses ke peralatan khusus—kemungkinan besar hasil curian atau sewa ilegal. Selain itu, pelaku tampak tahu persis lokasi pameran perhiasan dan titik lemah sistem keamanan.
Yang mengejutkan, aksi dilakukan di siang hari, saat museum ramai pengunjung. Ini justru menjadi strategi: kerumunan membuat gerakan mereka tidak mencurigakan, dan suara bising menutupi kebisingan saat mereka memanjat.
Namun, kegagalan kecil—menjatuhkan mahkota—menjadi celah yang dimanfaatkan penyidik. Jejak DNA, sidik jari, atau bahkan serpihan kain dari pakaian pelaku kemungkinan besar ditemukan di lokasi.
Dampak Global: Alarm Keamanan Museum Dunia Berbunyi
Insiden di Louvre bukan hanya masalah Prancis. Ini menjadi peringatan global bagi museum-museum besar seperti British Museum, Metropolitan Museum of Art, atau Hermitage di Rusia.
Dalam dekade terakhir, keamanan museum memang diperketat—terutama setelah kasus pencurian lukisan di Belanda dan perampokan arca di Mesir. Namun, fokus utama selama ini adalah pada lukisan dan patung, bukan perhiasan yang dipajang di vitrin kaca.
Kini, banyak institusi seni sedang meninjau ulang sistem pengamanan mereka: sensor gerak, kaca anti-peluru, respons cepat satuan keamanan, hingga pelacakan GPS pada artefak berharga.
Apa yang Terjadi Selanjutnya?
Penyelidikan masih berlangsung. BMKG tidak terlibat (ini bukan cuaca!), tapi polisi nasional Prancis, Interpol, dan Europol telah membentuk satuan tugas khusus. Tujuan utama:
- Memulihkan delapan perhiasan yang dicuri
- Mengidentifikasi apakah ada dalang di balik aksi ini
- Mencegah penjualan ilegal di pasar seni gelap
Jika permata-permata itu tidak ditemukan dalam 30 hari, kemungkinan besar mereka sudah dipotong, dilebur, atau diselundupkan ke negara tanpa regulasi ketat—seperti beberapa negara di Timur Tengah atau Asia Tenggara.
Penutup: Keberanian vs Kekecewaan
Perampokan di Louvre adalah campuran antara keberanian nekat dan kecerobohan fatal. Di satu sisi, pelaku berani menyerang simbol budaya dunia di siang bolong. Di sisi lain, mereka gagal menyembunyikan jejak—dan bahkan nyaris kabur dengan membawa bukti di tubuh mereka.
Bagi Prancis, ini bukan hanya soal uang. Ini soal harga diri nasional, warisan sejarah, dan kepercayaan publik terhadap institusi budaya. Dan bagi dunia, ini pengingat bahwa seni berharga selamanya rentan—selama ada yang berniat mencuri.
Kini, semua mata tertuju pada ruang interogasi di Paris. Karena di sanalah nasib mahkota Napoleon—dan keadilan—akan ditentukan.
| Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di : | |
|---|---|
| @gadgetvivacoid | |
| Gadget VIVA.co.id | |
| X (Twitter) | @gadgetvivacoid |
| Whatsapp Channel | Gadget VIVA |
| Google News | Gadget |