Radja Nainggolan Akui Menyesal: “Saya Lebih Dihormati Jika Bermain untuk Indonesia”
- lifehack
Dalam wawancara di Podcast Take A Seat, Nainggolan melontarkan kritik keras terhadap sang pelatih. “Roberto Martinez bukan ahli sepak bola, dia pelatih yang sangat buruk. Belgia bisa saja memenangkan gelar kalau pelatihnya bukan dia,” tegas Nainggolan. Ia bahkan menilai bahwa di bawah Martinez, Belgia tidak punya taktik yang jelas. “Saat kami kesulitan, instruksinya hanya oper ke Hazard, De Bruyne, atau Lukaku. Tidak pernah ada strategi yang matang,” tambahnya.
Komentar tersebut menunjukkan kekecewaan mendalam terhadap pelatih yang dianggapnya gagal memaksimalkan potensi generasi emas Belgia. Meski begitu, Nainggolan tetap dikenal sebagai pemain dengan loyalitas tinggi terhadap tim, meski sering kali ia berkonflik dengan pelatih karena sikapnya yang blak-blakan.
Kini, setelah pensiun dari level internasional dan sempat bermain di Liga 1 bersama Bhayangkara FC pada musim 2023–2024, Radja Nainggolan mulai merenungkan kembali keputusannya di masa lalu. Ia mengaku menyesal karena tidak memilih membela Indonesia ketika memiliki kesempatan. “Hari ini, saya berkata pada diri sendiri bahwa saya lebih memilih bermain untuk Indonesia, demi rasa hormat yang akan mereka tunjukkan kepada saya,” ujarnya dengan nada penyesalan.
Pernyataan tersebut bukan tanpa alasan. Di Indonesia, Radja Nainggolan mendapat sambutan hangat dari para penggemar sepak bola Tanah Air. Meski hanya semusim membela Bhayangkara FC, karismanya di lapangan membuat banyak suporter menganggapnya bagian dari keluarga besar sepak bola Indonesia. Sikap rendah hati dan kedekatannya dengan masyarakat membuat namanya begitu disegani.
Selain itu, warisan darah Indonesia dari sang ayah membuat banyak orang merasa bangga. Di tengah maraknya pemain keturunan yang kini membela Timnas Indonesia seperti Jay Idzes, Jordi Amat, dan Sandy Walsh, sosok Nainggolan menjadi simbol bahwa darah Indonesia bisa berkiprah di panggung sepak bola dunia.
Kini, ketika ia berbicara tentang rasa penyesalan karena tak pernah membela Garuda, publik Indonesia tentu bisa memahami perasaannya. Dalam karier yang penuh lika-liku, ia telah bermain di klub besar seperti AS Roma, Inter Milan, dan Cagliari, namun mengakui bahwa rasa hormat yang ia cari mungkin justru ada di negeri ayahnya sendiri.