Kasus Ijazah Jokowi Bergulir: Polisi Tetapkan 8 Tersangka, Roy Suryo Masuk Radar?
- Foe Peace Simbolon/VIVA
Gadget – Polda Metro Jaya resmi menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik terkait tuduhan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Asep Edi Suheri, pada Jumat, 7 November 2025, di Markas Polda Metro Jaya.
Langkah hukum ini merupakan tindak lanjut dari laporan polisi yang diajukan oleh Presiden Jokowi pada 30 April 2025, menyusul gugatan publik yang digaungkan oleh sejumlah pihak—termasuk mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo—yang mempertanyakan keaslian ijazah sarjana Jokowi dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Artikel ini merangkum kronologi lengkap, daftar nama terlapor, proses penyidikan, bukti forensik, serta implikasi hukum dari kasus yang sempat menghebohkan jagat politik dan media sosial Indonesia.
Awal Mula Kasus: Tuduhan Ijazah Palsu oleh Roy Suryo Cs
Kasus ini bermula ketika Roy Suryo, bersama sejumlah tokoh seperti Abraham Samad (mantan Ketua KPK), Eggi Sudjana (aktivis hukum), Damai Hari Lubis, dan Tifauzia Tyassuma, secara terbuka mempertanyakan keabsahan ijazah S1 Presiden Jokowi.
Mereka berargumen bahwa dokumen ijazah yang beredar tidak sesuai dengan format administratif UGM pada masa itu, dan menuntut transparansi penuh. Tuduhan ini tersebar luas di media sosial dan platform digital, memicu gelombang narasi konspirasi yang berpotensi merusak reputasi kepresidenan.
Menanggapi hal tersebut, Jokowi memilih menempuh jalur hukum. Pada 30 April 2025, ia melaporkan para penuduh ke Polda Metro Jaya atas dugaan pelanggaran Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang fitnah dan pencemaran nama baik.
Proses Hukum: Dari Penyelidikan ke Penetapan Tersangka
Setelah menerima laporan, kepolisian segera melakukan penyelidikan awal. Dalam waktu singkat, tim penyidik menemukan cukup bukti permulaan untuk menaikkan status perkara ke tahap penyidikan.
Total 12 orang masuk dalam daftar terlapor, termasuk:
- Roy Suryo
- Abraham Samad
- Eggi Sudjana
- Damai Hari Lubis
- Tifauzia Tyassuma
- Dan tujuh nama lain yang belum diumumkan secara publik
Dalam proses penyidikan, Presiden Jokowi sendiri diperiksa dua kali:
- Pertama di Polda Metro Jaya, Jakarta
- Kedua di Polresta Surakarta, Jawa Tengah
Pemeriksaan kedua dilakukan di Surakarta karena berkaitan dengan dokumen asli ijazah SMA dan S1 yang disimpan di wilayah tersebut.
Bukti Forensik: Ijazah Jokowi Disita dan Diuji di Lab
Salah satu langkah krusial dalam penyidikan adalah penyitaan dokumen asli ijazah Presiden Jokowi. Penyidik menyita:
- Ijazah SMA dari SMAN 6 Surakarta
- Ijazah S1 dari Fakultas Kehutanan UGM
Kedua dokumen tersebut kemudian dikirim ke Laboratorium Forensik (Labfor) Divisi Identifikasi Polri untuk diuji keasliannya menggunakan metode ilmiah, termasuk:
- Analisis tinta dan kertas
- Pemeriksaan cap basah dan stempel
- Verifikasi tanda tangan pejabat universitas
- Pencocokan dengan arsip administrasi UGM
Hingga kini, hasil uji forensik belum diumumkan publik, tetapi sumber internal menyebut bahwa tidak ditemukan indikasi pemalsuan pada dokumen yang diperiksa.
Siapa 8 Tersangka yang Ditunjuk Polisi?
Meski Kapolda Metro Jaya menyatakan bahwa 8 orang telah ditetapkan sebagai tersangka, daftar nama lengkap belum dirilis secara resmi. Namun, berdasarkan laporan media dan sumber hukum, beberapa dari 12 terlapor awal dipastikan masuk dalam daftar tersangka, termasuk:
- Roy Suryo – sebagai penggagas utama narasi ijazah palsu
- Eggi Sudjana – aktif menyebarkan tuduhan di berbagai forum
- Damai Hari Lubis – terlibat dalam gugatan hukum terkait dokumen
Belum diketahui apakah Abraham Samad dan Tifauzia Tyassuma termasuk dalam delapan tersangka, karena peran mereka dinilai lebih sebagai pendukung narasi ketimbang penyebar aktif.
Penetapan tersangka ini menunjukkan bahwa polisi membedakan antara kritik yang sah dan penyebaran informasi fitnah yang berpotensi merusak reputasi tanpa dasar faktual.
Ancaman Hukuman: Apa Sanksi bagi Para Tersangka?
Jika terbukti bersalah, para tersangka bisa menghadapi hukuman berdasarkan KUHP lama atau KUHP baru (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 2023), tergantung pada waktu kejadian.
Berdasarkan Pasal 310 ayat (1) KUHP:
"Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan cara menuduhkan sesuatu hal, padahal ia mengetahui bahwa itu tidak benar, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."
Namun, dalam praktiknya, ancaman hukuman bisa lebih berat jika:
- Tuduhan disebarluaskan melalui media sosial (dikenai UU ITE)
- Dilakukan secara sistematis dan berulang
- Menimbulkan kerugian reputasi besar
Dengan pertimbangan itu, para tersangka berpotensi menghadapi hukuman penjara hingga 4–6 tahun jika dakwaan diperberat dengan unsur penyebaran hoaks atau ujaran kebencian.
Respons Publik dan Reaksi UGM
Universitas Gadjah Mada (UGM) telah berulang kali menegaskan keabsahan ijazah Jokowi. Rektor UGM menyatakan bahwa dokumen administrasi Jokowi lengkap dan sesuai prosedur, termasuk transkrip nilai dan surat keterangan lulus.
Publik pun terbelah. Sebagian mendukung langkah hukum Jokowi sebagai bentuk perlindungan terhadap hoaks politik, sementara pihak lain mengkritik bahwa tindakan ini bisa menjadi preseden kriminalisasi kritik.
Namun, polisi menegaskan bahwa kasus ini bukan tentang kritik, melainkan tentang penyebaran informasi palsu yang disengaja.
Mengapa Kasus Ini Penting bagi Demokrasi Indonesia?
Kasus ijazah Jokowi bukan sekadar soal dokumen pribadi—ia menyentuh inti kepercayaan publik terhadap informasi dan integritas pemimpin. Di era di mana hoaks bisa viral dalam hitungan menit, penegakan hukum terhadap penyebaran informasi palsu menjadi penting.
Namun, di sisi lain, keseimbangan antara perlindungan reputasi dan kebebasan berpendapat harus dijaga. Inilah tantangan terbesar dalam penanganan kasus semacam ini.
Kesimpulan: Penegakan Hukum atas Hoaks, Bukan atas Kritik
Penetapan delapan tersangka dalam kasus tuduhan ijazah palsu Jokowi menunjukkan bahwa penyebaran informasi tanpa dasar faktual—apalagi melibatkan pejabat negara—bisa berujung pada konsekuensi hukum serius.
Namun, proses hukum ini juga harus transparan, adil, dan proporsional. Masyarakat berhak tahu siapa saja yang ditetapkan tersangka, alasan hukum di balik penetapan itu, dan bukti-bukti yang digunakan.
Sampai vonis dijatuhkan, prinsip praduga tak bersalah tetap berlaku. Tapi satu hal yang pasti: di era digital, menyebarkan tuduhan tanpa verifikasi bukan lagi sekadar opini—bisa jadi kejahatan.
| Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di : | |
|---|---|
| @gadgetvivacoid | |
| Gadget VIVA.co.id | |
| X (Twitter) | @gadgetvivacoid |
| Whatsapp Channel | Gadget VIVA |
| Google News | Gadget |