Pelaku Ledakan SMAN 72 Diduga Korban Bullying, Polisi Ungkap Fakta Mengejutkan!

Pelaku Ledakan SMAN 72 Diduga Korban Bullying, Polisi Ungkap Fakta Mengejutkan!
Sumber :
  • Istimewa

Gadget – Jakarta diguncang insiden mencekam pada Jumat, 7 November 2025. Sebuah ledakan ganda mengguncang musala di SMAN 72 Jakarta Utara tepat sebelum Salat Jumat digelar. Peristiwa ini melukai 54 siswa, beberapa di antaranya mengalami luka serius akibat pecahan kaca dan trauma psikologis. Yang lebih mengejutkan: terduga pelaku adalah seorang siswa dari sekolah yang sama, yang kini sedang menjalani operasi karena luka akibat ledakan tersebut.

Ledakan Saat Salat Jumat! Ada Orang Mencurigakan di Masjid SMAN 72 Jakarta

Dalam konferensi pers di Jakarta, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkap informasi krusial: terduga pelaku masih berstatus pelajar, bukan jaringan teroris internasional, dan diduga kuat menjadi korban bullying di lingkungan sekolahnya. Meski demikian, kepolisian masih mendalami motif pasti di balik aksi nekat ini.

Artikel ini menyajikan fakta investigasi terkini, kronologi kejadian berdasarkan kesaksian langsung, analisis tulisan misterius di senjata replika, serta implikasi sosial dari dugaan kasus bullying yang berujung kekerasan ekstrem.

Suga BTS Penuhi Panggilan Polisi, Penyelidikan Akan Dilakukan Secara Tertutup

Kronologi Ledakan: Dua Dentuman Mengguncang Musala Sekolah

Menurut keterangan saksi mata salah satunya siswa kelas X berinisial I suasana di musala SMAN 72 awalnya khidmat. Jamaah siswa memenuhi ruangan, sementara sebagian berdiri di luar karena keterbatasan ruang.

Harga Beda Rp700 Ribu, Tapi Ini Pemenangnya: Realme 15T vs Moto G67 Power!

“Pas sebelum salat, masih khutbah. Habis itu lagi baca doa, selesai doa itu langsung meledak,” ungkap I.

Ledakan pertama terdengar sangat keras, disusul ledakan kedua beberapa saat kemudian. Sumber ledakan berasal dari dalam musala, hanya 1–2 meter dari lokasi I berdiri. Kaca-kaca pecah berhamburan, melukai wajah dan kepala puluhan siswa.

Awalnya, banyak yang mengira itu kerusakan sound system. Namun, kepanikan merebak ketika ledakan kedua terdengar. Sekolah segera mengevakuasi siswa dan membawa korban ke UKS sambil menunggu ambulans.

I sendiri mengalami gangguan pendengaran sementara akibat dentuman keras. “Kuping masih berdengung sampai sekarang,” katanya.

Yang paling mengguncang: tak lama setelah ledakan, I melihat seseorang tergeletak tak bergerak di halaman sekolah. “Orangnya tiduran. Saya ditanya tentara, ‘Kamu kenal ini nggak?’ Saya bilang nggak tahu ini kelas berapa,” ujarnya.

Orang tersebut kini dikonfirmasi sebagai terduga pelaku, yang mengalami luka parah dan harus menjalani operasi.

Identitas Pelaku: Siswa Sekolah, Bukan Teroris

Kapolri menegaskan bahwa tidak ada indikasi keterlibatan jaringan teroris internasional dalam insiden ini. “Informasi sementara, (terduga pelaku) masih dari lingkungan sekolah tersebut,” kata Listyo.

Tim gabungan dari Polda Metro Jaya dan Densus 88 kini tengah mendalami:

  • Identitas lengkap pelaku
  • Riwayat pendidikan dan sosialnya
  • Kondisi psikologis sebelum kejadian
  • Kemungkinan kaitan dengan bullying

“Kami sedang melakukan pendalaman terkait identitas dan kehidupan sosial pelaku, termasuk pemeriksaan di kediamannya,” tambah Kapolri.

Fakta bahwa pelaku juga menjadi korban luka menunjukkan bahwa alat peledak kemungkinan besar meledak di dekat tubuhnya, baik secara sengaja maupun tidak terkendali.

Senjata Replika dengan Tulisan Misterius: Apa Artinya?

Salah satu temuan mencurigakan adalah senjata replika yang dibawa pelaku, lengkap dengan tulisan tangan yang memicu spekulasi luas:

  • “For Agartha”
  • “Brenton Tarrant”
  • “Welcome to Hell”

Kapolri mengonfirmasi bahwa senjata tersebut hanya mainan, tetapi tulisan-tulisannya sedang diteliti sebagai bagian dari motif.

Analisis Singkat Tulisan:

Brenton Tarrant adalah pelaku penembakan masjid Christchurch 2019 di Selandia Baru serangan rasis berbasis ideologi ekstrem kanan.

“For Agartha” merujuk pada mitos kota bawah tanah dalam okultisme, sering dikaitkan dengan teori konspirasi dan kelompok radikal.

“Welcome to Hell” adalah frasa yang kerap digunakan dalam narasi balas dendam atau keputusasaan ekstrem.

Namun, Kapolri menekankan: “Semua ini masih dalam pendalaman. Belum bisa disimpulkan sebagai indikator ideologi tertentu.”

Pakar psikologi sosial menduga, tulisan itu mungkin ekspresi kemarahan atau identifikasi diri dengan tokoh kontroversial, bukan bukti afiliasi organisasi.

Dugaan Motif: Korban Bullying yang Terpinggirkan

Salah satu narasi yang paling berkembang di media sosial adalah bahwa pelaku menjadi korban bullying kronis di sekolahnya. Meski belum diverifikasi resmi, Kapolri tidak membantah kemungkinan tersebut.

“Kami sedang mendalami kehidupan sosialnya, termasuk interaksinya dengan teman sekelas dan guru,” ujarnya.

Jika terbukti, kasus ini menjadi peringatan keras bagi sistem pendidikan Indonesia: bullying bukan sekadar “gurauan anak sekolah”, tapi bisa berujung pada krisis kesehatan mental dan kekerasan ekstrem.

Menurut data Kementerian Pendidikan, lebih dari 40% siswa SMP/SMA pernah mengalami bullying, namun hanya 5% kasus dilaporkan karena rasa malu, takut, atau ketiadaan mekanisme pelaporan yang aman.

Dampak Psikologis: Trauma yang Tak Segera Sembuh

Bagi para korban selamat, trauma mendalam telah tertanam. Siswa I, yang menjadi saksi, mengaku takut mengikuti Salat Jumat di sekolah lagi. “Paling nanti ambil baris paling belakang aja,” katanya pelan.

Psikolog anak menyarankan agar sekolah segera memberikan layanan konseling massal, bukan hanya untuk korban fisik, tapi juga seluruh siswa yang menyaksikan atau mendengar ledakan.

“Trauma kolektif seperti ini bisa memicu gangguan stres pascatrauma (PTSD), kecemasan sosial, bahkan penolakan terhadap lingkungan sekolah,” jelas Dr. Larasati, psikolog dari Universitas Indonesia.

Respons Pemerintah dan Tindak Lanjut

  • Kegiatan belajar mengajar di SMAN 72 dihentikan sementara
  • Area musala dipasangi garis polisi untuk penyelidikan forensik
  • Kemenko PMK dan Kemendikbudristek siapkan tim pemulihan psikososial
  • Kapolri perintahkan evaluasi sistem keamanan sekolah se-Indonesia

Menteri Pendidikan juga menginstruksikan seluruh sekolah untuk menguatkan program anti-bullying dan layanan konseling siswa.

Kesimpulan: Tragedi yang Harus Jadi Titik Balik

Ledakan di SMAN 72 bukan hanya soal keamanan atau kegagalan intelijen tapi cermin kegagalan sistem dalam melindungi anak-anak dari kekerasan psikologis. Jika dugaan bullying terbukti, maka ini adalah tragedi yang bisa dicegah.

Kini, seluruh pihak sekolah, orang tua, pemerintah, dan masyarakat harus bertanya:

Sudahkah kita menciptakan lingkungan yang aman bagi setiap anak untuk tumbuh tanpa takut, tanpa dipinggirkan, dan tanpa kebencian? 

Karena di balik seorang pelaku, sering kali ada korban yang tak pernah didengar.

Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di :
Instagram@gadgetvivacoid
FacebookGadget VIVA.co.id
X (Twitter)@gadgetvivacoid
Whatsapp ChannelGadget VIVA
Google NewsGadget