Gubernur Sumut Diminta Selidiki: Apakah Banjir Bawa Kayu dari Pembalakan Liar?
- Tangkapan Tiktok
Gadget – Banjir bandang yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera pada akhir November 2025 bukan hanya membawa lumpur, puing, dan air tapi juga ratusan batang gelondongan kayu yang terhanyut hingga ke pantai. Fenomena ini bukan sekadar pemandangan mengejutkan, melainkan petunjuk kuat atas praktik pengelolaan hutan yang bermasalah, termasuk kemungkinan pembalakan liar terstruktur melalui celah regulasi.
Video viral yang beredar di media sosial memperlihatkan arus deras di Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, dan Sibolga, Sumatera Utara, menghanyutkan tumpukan kayu besar bukan ranting atau pohon tumbang alami, melainkan batang yang telah diraut dan dibelah, khas hasil tebangan komersial. Di Sumatera Barat, pantai Air Tawar di Padang pun dipenuhi tumpukan kayu gelondongan pasca-banjir, seolah hutan sedang “membalas dendam” atas eksploitasi yang tak terkendali.
Lalu, dari mana asal kayu-kayu itu? Apakah benar berasal dari aktivitas ilegal yang memperparah bencana? Dan bagaimana respons pemerintah terhadap temuan mencurigakan ini?
Artikel ini mengupas tuntas asal-usul dugaan kayu gelondongan, kaitannya dengan praktik PHAT (Pemegang Hak Atas Tanah), respons Gubernur Sumut, serta langkah investigasi Kementerian Kehutanan yang sedang berlangsung.
Banjir Bandang Bawa “Muatan” yang Tidak Biasa
Biasanya, banjir membawa material alami seperti batu, tanah, akar pohon, atau ranting. Namun, yang terjadi di Sumatera Utara dan Sumatera Barat berbeda. Warga dan relawan melaporkan puluhan hingga ratusan batang kayu berukuran besar dengan diameter mencapai 30–50 cm terseret arus hingga menumpuk di sungai, jembatan, dan garis pantai.
Ciri khas kayu ini:
- Permukaan halus, bukan kulit pohon alami
- Bentuk seragam, menunjukkan proses pemotongan
- Beberapa masih memiliki bekas tali atau tumpukan teratur
Hal ini memicu kecurigaan publik: jika bukan dari tebangan liar, mengapa kayu-kayu ini berada di hulu sungai saat banjir melanda?
Respons Gubernur Sumut: Fokus Evakuasi, Tapi Janji Akan Periksa
Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, mengakui keberadaan gelondongan kayu tersebut saat ditanya awak media di Lanud Soewondo, Medan, pada Kamis (27/11/2025). Namun, ia menegaskan bahwa prioritas utama saat ini adalah evakuasi dan logistik bagi warga terdampak.
“Ya nanti kita lihat ya (soal banyaknya gelondongan kayu). Yang pasti untuk saat ini kita fokusnya untuk evakuasi warga dan juga mempercepat logistik untuk kebutuhan warga...” ujarnya.
Meski tidak menyangkal, respons tersebut dianggap terlalu defensif oleh sejumlah legislator dan aktivis lingkungan. Mereka mendesak agar investigasi tidak ditunda, karena kayu-kayu itu bisa jadi bukti awal praktik ilegal yang berkontribusi pada kerentanan bencana.
Kemenhut Turun Tangan: Diduga dari PHAT di Area Penggunaan Lain (APL)
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) akhirnya buka suara. Dwi Januanto Nugroho, Dirjen Gakkum Kemenhut, mengungkapkan temuan awal yang mencurigakan.
Menurutnya, gelondongan kayu tersebut kemungkinan berasal dari Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) yang beroperasi di Area Penggunaan Lain (APL) kawasan di luar kawasan hutan yang secara hukum boleh dikelola masyarakat atau perusahaan.
“Kita deteksi bahwa itu dari PHAT di APL... Kayu-kayu yang tumbuh alami di sana tetap harus mengikuti regulasi kehutanan, termasuk SIPPUH (Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan),” jelas Dwi.
Namun, dalam praktiknya, skema PHAT kerap disalahgunakan sebagai modus legalisasi pencurian kayu dari hutan lindung atau konservasi. Perusahaan atau individu mengklaim lahan di APL, lalu menebangi kawasan hutan di sekitarnya dengan dalih “kebun pribadi”.
Diduga Kayu Lapuk dari Tebangan Lama Tapi Bisa Jadi Modus Baru
Kemenhut menduga kayu-kayu tersebut adalah sisa tebangan lama yang telah lapuk, lalu terbawa arus saat tanah longsor akibat hujan ekstrem. Namun, Dwi tidak menutup kemungkinan bahwa ini adalah bagian dari operasi pencurian kayu terorganisir.
“Kawan-kawan masih ngecek, ya tapi kita sinyalir ke situ,” ujarnya, merujuk pada modus operandi ilegal yang sudah sering diungkap Gakkum di Aceh, Sumut, dan Sumbar.
Fakta bahwa kasus serupa pernah terjadi di wilayah yang sama memperkuat kecurigaan ini. Operasi Gakkum sebelumnya menemukan jaringan yang menggunakan sertifikat PHAT palsu untuk menebang kayu langka seperti meranti dan gaharu, lalu menjualnya ke pasar internasional.
Dampak Lingkungan: Tebangan Liar yang Perparah Bencana
Jika dugaan ini terbukti, maka banjir bandang di Sumatera bukan bencana alami murni, melainkan bencana antropogenik diperparah oleh aktivitas manusia.
Penebangan hutan di hulu sungai menghilangkan fungsi ekologis hutan sebagai:
- Penahan air tanah
- Penstabil tanah
- Pengatur aliran sungai
Tanpa akar pohon yang menahan tanah, hujan deras mudah memicu longsor dan erosi masif, yang kemudian membawa material termasuk stok kayu ilegal menyusuri lembah hingga ke pemukiman dan pesisir.
Pantai Air Tawar di Padang yang dipenuhi kayu bukan sekadar pemandangan aneh itu adalah bukti fisik bagaimana kerusakan hulu berdampak hingga ke hilir.
Desakan DPR dan Aktivis: Status Bencana Nasional & Audit Hutan
Komisi VIII DPR RI telah mendorong pemerintah untuk menetapkan status bencana nasional bagi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Selain untuk percepatan bantuan, status ini juga memungkinkan audit lingkungan menyeluruh, termasuk investigasi asal gelondongan kayu.
Aktivis lingkungan dari Walhi dan Jikalahari menyerukan:
- Penangguhan sementara semua izin PHAT di kawasan rawan bencana
- Pemetaan ulang APL yang berbatasan dengan hutan lindung
- Transparansi data SIPPUH agar publik bisa memverifikasi legalitas kayu
Mereka menegaskan: “Bencana ini adalah cermin kegagalan tata kelola hutan.”
Kesimpulan: Kayu Gelondongan Bukan Sekadar Puing Tapi Bukti
Gelondongan kayu yang terbawa banjir di Sumatera bukan fenomena alam biasa. Ia adalah sinyal darurat dari ekosistem yang rusak, tata kelola yang longgar, dan kemungkinan praktik ilegal yang terstruktur.
Respons pemerintah baik daerah maupun pusat harus lebih proaktif, tidak hanya reaktif terhadap bencana. Investigasi Kemenhut harus transparan, dan jika terbukti ada pelanggaran, pelaku harus dihukum sesuai UU Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Karena, selama hutan terus dieksploitasi tanpa kendali, banjir tidak hanya akan membawa air tapi juga dosa-dosa yang selama ini disembunyikan di balik pepohonan.
| Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di : | |
|---|---|
| @gadgetvivacoid | |
| Gadget VIVA.co.id | |
| X (Twitter) | @gadgetvivacoid |
| Whatsapp Channel | Gadget VIVA |
| Google News | Gadget |