Regulasi AI Tak Perlu Buru-Buru, Kolaborasi Diperkuat Dahulu
- Sarie/GadgetViva
Gadget – Dalam era perkembangan kecerdasan buatan (AI) yang sangat pesat, Indonesia tengah bersiap mengatur keberadaan teknologi ini. Namun, pertanyaannya: apakah kita benar-benar siap? Menurut Sergey Lozhkin, pakar keamanan siber dari Kaspersky, langkah regulasi AI yang tergesa-gesa justru berpotensi menimbulkan bahaya baru, apalagi jika tidak disertai dengan riset mendalam dan kolaborasi luas antar sektor.
“Kesalahan terbesar yang biasa terjadi adalah keinginan pemerintah untuk segera mengatur tanpa benar-benar memahami apa yang sedang diatur,” tegas Lozhkin dalam wawancara di perhelatan Cyber Security Week 2025 di Vietnam, kemarin.
Menurut Lozhkin, AI adalah alat yang bisa digunakan untuk kebaikan maupun kejahatan—tergantung pada siapa yang mengoperasikannya. Oleh karena itu, regulasi harus mempertimbangkan potensi bahaya seperti:
- AI sebagai alat politik (memanipulasi jawaban untuk kepentingan tertentu).
- Potensi AI supercanggih yang membahayakan kemanusiaan.
- Sistem bantuan sosial berbasis AI yang bisa bias atau dimanipulasi.
“AI bisa jadi alat tekanan politik jika tak diatur dengan cermat. Ini harus dicegah sejak dini,” ujarnya.
Kunci: Kolaborasi dan Riset
Langkah awal yang harus dilakukan pemerintah, lanjut Lozhkin, adalah melibatkan seluruh pemangku kepentingan: pengembang AI, akademisi, hingga vendor keamanan seperti Kaspersky.