Saat Gunung Meletus dan Mereka Sedang di Ranu Kumbolo: Kisah Nyata 187 Pendaki Semeru

Saat Gunung Meletus dan Mereka Sedang di Ranu Kumbolo: Kisah Nyata 187 Pendaki Semeru
Sumber :
  • travelspromo

Gadget – Pada Rabu sore, 19 November 2025, langit di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) tiba-tiba berubah kelam bukan hanya karena senja, tapi karena awan panas letusan Gunung Semeru yang meluncur sejak pukul 14.13 WIB. Dalam hitungan jam, status gunung paling aktif di Pulau Jawa ini melonjak dua kali: dari Waspada (Level II) ke Siaga (Level III) pukul 16.00 WIB, lalu ke Awas (Level IV) pukul 17.00 WIB peringatan tertinggi dalam sistem siaga gunung api Indonesia.

Saat keputusan krusial itu diumumkan, 187 orang terdiri dari pendaki, pemandu, porter, dan petugas baru saja tiba di Ranu Kumbolo, danau ikonik yang menjadi pos peristirahatan utama sebelum mendaki ke puncak Mahameru. Mereka tidak tahu bahwa di balik kabut dan hujan gerimis sore itu, mereka sedang berada di titik paling kritis dalam sejarah pendakian Semeru pasca-pembukaan kembali pada Desember 2024.

Artikel ini mengungkap kronologi dramatis, keputusan evakuasi, dan nasib 187 jiwa yang nyaris terjebak di kaki gunung berapi aktif sekaligus menjelaskan mengapa mereka selamat meski berada hanya 6,5 kilometer dari pusat erupsi.

Erupsi Beruntun dan Lonjakan Status dalam 60 Menit

Menurut Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid, erupsi Gunung Semeru pada 19 November 2025 bukan peristiwa tunggal, melainkan serangkaian awan panas guguran yang berlangsung beruntun selama empat jam dari pukul 14.13 hingga 18.11 WIB.

“Visual gunung tertutup kabut, sehingga jarak luncur awal tidak bisa dipastikan. Namun analisis seismik menunjukkan aktivitas gempa letusan, guguran, dan harmonik sangat tinggi,” jelas Wafid dalam keterangan resmi.

Karena intensitas erupsi yang terus meningkat, Badan Geologi mengambil keputusan cepat:

  • Pukul 16.00 WIB: Status naik ke Siaga (Level III)
  • Pukul 17.00 WIB: Status naik ke Awas (Level IV)

Saat itulah, semua pendakian ke Gunung Semeru resmi ditutup. Namun, keputusan itu datang terlambat bagi 187 orang yang telah menempuh perjalanan panjang dari Ranupani dan tiba di Ranu Kumbolo tepat pukul 17.00 WIB.

Mengapa Mereka Tidak Langsung Dievakuasi Malam Itu?

Banyak yang bertanya: Mengapa tidak langsung turun saat status naik? Jawabannya: kondisi cuaca dan keselamatan.

Rudijanta Tjahja Nugraha, Kepala Balai Besar TNBTS, menjelaskan bahwa pada sore itu:

  • Cuaca hujan deras
  • Jalur pendakian licin dan minim penerangan
  • Waktu sudah menjelang malam

“Kami memutuskan mereka tetap bermalam di Ranu Kumbolo karena risiko turun dalam gelap dan hujan jauh lebih besar daripada risiko tinggal di sana,” ujarnya.

Keputusan ini didasarkan pada fakta geografis: Ranu Kumbolo berada di sebelah utara Semeru, sementara erupsi mengarah ke selatan-tenggara tepat ke arah Besuk Kobokan, jalur yang kerap dilanda lahar dingin. Dalam sejarah erupsi Semeru, dampak letusan belum pernah mencapai Ranu Kumbolo.

“Ranu Kumbolo masih aman,” tegas Rudijanta.

Evakuasi Massal: 187 Orang Turun dalam 5 Kloter

Evakuasi dimulai keesokan harinya, Kamis, 20 November 2025, sejak pukul 07.00 WIB. Pendaki diberangkatkan dalam beberapa kloter, dengan kloter terakhir berangkat pukul 09.30 WIB.

Perjalanan dari Ranu Kumbolo ke Ranupani jarak sekitar 6,5 kilometer memakan waktu hingga 5 jam karena medan menurun yang curam dan sisa hujan malam sebelumnya. Namun, semua berjalan lancar berkat koordinasi ketat antara petugas TNBTS, relawan, dan tim medis.

“Semua 187 orang tiba dengan selamat di Ranupani. Kloter terakhir tiba pukul 14.30 WIB. Tidak ada yang tertinggal,” kata Rudijanta dengan lega.

Mengapa Pendakian Semeru Baru Dibuka Akhir 2024?

Fakta penting yang sering terlewat: pendakian Gunung Semeru sempat ditutup selama hampir tiga tahun. Setelah erupsi besar pada Desember 2021, status Semeru dinaikkan ke Siaga dan bertahan hingga pertengahan 2024.

Baru pada Juli 2024, status diturunkan ke Waspada tapi pendakian belum dibuka. Baru pada Desember 2024, TNBTS secara resmi membuka kembali rute pendakian, dengan protokol ketat dan kapasitas terbatas.

Karena itu, 187 pendaki pada 19 November 2025 adalah salah satu rombongan pertama pasca-pembukaan, membuat insiden ini menjadi ujian nyata bagi sistem mitigasi bencana TNBTS.

Zona Bahaya Level IV: Di Mana Pendaki Tidak Boleh Masuk

Saat status naik ke Level IV, PVMBG menetapkan tiga zona larangan:

  • Radius 8 km dari kawah/puncak: larangan total karena risiko lontaran batu pijar.
  • Sektor tenggara sepanjang Besuk Kobokan hingga 20 km dari puncak: zona rawan awan panas dan lahar.
    500 meter dari tepi sungai di sepanjang Besuk Kobokan: rawan banjir lahar dingin, terutama saat hujan.
    Ranu Kumbolo berada di luar semua zona larangan ini, tepatnya di sektor utara, yang secara historis tidak pernah terdampak langsung erupsi Semeru.

Pelajaran dari Krisis: Sistem Peringatan Dini Harus Lebih Cepat

Insiden ini memicu evaluasi mendalam. Meski semua pendaki selamat, waktu antara erupsi pertama (14.13 WIB) dan peningkatan status (16.00 WIB) menunjukkan keterlambatan respons sistem pemantauan terutama karena ketergantungan pada visual yang terhalang kabut.

Ahli vulkanologi menyarankan:

  • Penguatan sensor seismik dan infrasonik di sekitar kawah
  • Integrasi data real-time ke aplikasi pendaki
  • Simulasi evakuasi rutin untuk porter dan pemandu

“Keselamatan pendaki harus jadi prioritas utama,” kata seorang peneliti dari Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada.

Kesimpulan: Antara Keberuntungan dan Kesiapsiagaan

187 pendaki di Ranu Kumbolo selamat bukan hanya karena keberuntungan tapi karena keputusan berani, pengetahuan geografis, dan koordinasi evakuasi yang terencana. Mereka berada di tempat yang aman secara geologis, dan petugas TNBTS berani mengambil keputusan tidak populer: menunda evakuasi demi menghindari risiko lebih besar.

Namun, insiden ini juga menjadi peringatan: alam tidak bisa diprediksi sepenuhnya. Di era perubahan iklim dan peningkatan aktivitas gunung api, sistem mitigasi harus lebih proaktif, bukan reaktif.

Bagi calon pendaki Semeru, pelajaran utamanya jelas:

Selalu pantau status gunung api sebelum berangkat, bawa perlengkapan darurat, dan siap mengubur impian puncak demi keselamatan.

Karena di kaki Semeru, nyawa jauh lebih berharga daripada cap puncak di media sosial.

 

Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di :
Instagram@gadgetvivacoid
FacebookGadget VIVA.co.id
X (Twitter)@gadgetvivacoid
Whatsapp ChannelGadget VIVA
Google NewsGadget