Cukup Tes Darah, Alzheimer Bisa Terdeteksi Sejak Dini! Norwegia Jadi yang Pertama
- Alodokter
Gadget – Dalam terobosan medis yang berpotensi mengubah wajah diagnosis demensia di seluruh dunia, Norwegia resmi menjadi negara pertama yang menerapkan tes darah klinis untuk mendeteksi perubahan otak terkait penyakit Alzheimer. Langkah ini diumumkan oleh penyiar publik Norwegia, NRK, pada Selasa (25 Desember 2025), dan dilaporkan oleh Anadolu Agency sebagai tonggak sejarah dalam neurologi modern.
Tes revolusioner ini kini tersedia di rumah sakit-rumah sakit di Norwegia bagi pasien yang menunjukkan gejala gangguan kognitif seperti lupa berlebihan, kebingungan, atau perubahan kepribadian. Berbeda dengan metode konvensional yang memerlukan pengambilan cairan serebrospinal (CSF) melalui tusukan lumbal prosedur yang invasif, mahal, dan sering ditakuti pasien tes darah baru ini hanya membutuhkan sampel darah biasa, mirip dengan pemeriksaan gula darah atau kolesterol.
Temuan dari studi besar yang dipimpin oleh Rumah Sakit Universitas Stavanger bahkan mengungkap fakta mengejutkan: satu dari tiga warga Norwegia berusia di atas 70 tahun sudah menunjukkan tanda-tanda biologis Alzheimer di otaknya, meski belum tentu bergejala klinis. Angka ini melonjak menjadi lebih dari 60 persen pada kelompok usia di atas 90 tahun.
Artikel ini mengupas tuntas mekanisme tes darah Alzheimer, signifikansi temuan epidemiologis Norwegia, manfaat klinis, tantangan akses, serta implikasinya terhadap terapi masa depan seperti Leqembi dan Kisunla.
Bagaimana Tes Darah Alzheimer Ini Bekerja?
Tes ini tidak mendiagnosis “Alzheimer” secara klinis, melainkan mendeteksi biomarker spesifik yaitu protein abnormal yang diketahui menumpuk di otak penderita Alzheimer jauh sebelum gejala muncul.
Dua biomarker utama yang diukur dalam darah adalah:
- Beta-amiloid 42/40 ratio: ketidakseimbangan rasio ini menunjukkan penumpukan plak amiloid di otak.
- Protein tau terfosforilasi (p-tau): khususnya p-tau217, yang sangat spesifik terhadap degenerasi saraf akibat Alzheimer.
Kemajuan dalam teknologi mass spectrometry dan immunoassay memungkinkan deteksi protein ini dalam konsentrasi sangat rendah di plasma darah sesuatu yang dianggap mustahil satu dekade lalu.
Menurut para peneliti Norwegia, akurasi tes darah ini mencapai lebih dari 90% dalam mengidentifikasi pasien dengan perubahan otak Alzheimer yang dikonfirmasi melalui PET scan atau analisis CSF.
Temuan Mengejutkan: 1 dari 3 Lansia di Atas 70 Tahun Alami Perubahan Otak Alzheimer
Studi yang dilakukan oleh Rumah Sakit Universitas Stavanger menganalisis lebih dari 11.000 sampel darah dari warga Norwegia berusia 57 tahun ke atas. Hasilnya mengungkap prevalensi yang jauh lebih tinggi daripada estimasi sebelumnya:
- 33% orang berusia 70–79 tahun menunjukkan biomarker Alzheimer positif
- Lebih dari 60% pada kelompok usia di atas 90 tahun
Yang menarik, tidak semua orang dengan biomarker positif mengalami gejala demensia. Ini memperkuat konsep “preklinis Alzheimer” fase di mana otak sudah mengalami perubahan patologis, tetapi fungsi kognitif masih utuh berkat cadangan kognitif (cognitive reserve).
Temuan ini penting karena menunjukkan bahwa jendela intervensi dini jauh lebih lebar daripada yang diperkirakan. Dengan deteksi dini, pasien bisa:
- Mengubah gaya hidup (diet, olahraga, tidur)
- Memantau perkembangan secara berkala
- Menjadi kandidat terapi penundaan progresi
Mengapa Tes Darah Ini Lebih Unggul dari Metode Sebelumnya?
Sebelum adanya tes darah, diagnosis pasti Alzheimer memerlukan salah satu dari dua metode:
- Tusukan lumbal (lumbar puncture): mengambil cairan tulang belakang untuk mengukur beta-amiloid dan tau. Prosedur ini invasif, bisa menyebabkan sakit kepala pasca-pungsi, dan memerlukan tenaga medis terlatih.
- PET scan otak: sangat akurat, tetapi biayanya bisa mencapai puluhan juta rupiah dan tidak tersedia di banyak rumah sakit.
Tes darah baru ini menawarkan tiga keunggulan utama:
- Minim invasi: cukup ambil darah dari vena lengan
- Biaya jauh lebih rendah: diperkirakan 10–20% dari biaya PET scan
- Skalabilitas tinggi: bisa dilakukan di laboratorium klinik biasa
- Rencana Perluasan ke Dokter Umum: Langkah Menuju Skrining Massal
Saat ini, tes darah Alzheimer di Norwegia hanya tersedia di rumah sakit tersier untuk pasien dengan gejala kognitif. Namun, Kementerian Kesehatan Norwegia sedang menggodok rencana untuk mengintegrasikan tes ini ke layanan primer, sehingga dokter umum (GP) bisa memesankannya secara rutin bagi pasien lansia berisiko tinggi.
Jika terealisasi, Norwegia akan menjadi negara pertama di dunia yang menerapkan skrining populasi untuk biomarker Alzheimer mirip dengan skrining kanker atau diabetes.
Langkah ini berpotensi:
- Mengurangi beban sistem kesehatan jangka panjang
- Mempercepat rujukan ke spesialis neurologi
- Meningkatkan partisipasi dalam uji klinis terapi baru
Tantangan: Biaya Terapi dan Infrastruktur Perawatan
Meski diagnostiknya kini lebih mudah, terapi untuk Alzheimer masih menjadi tantangan besar. Dua obat baru Leqembi (lecanemab) dan Kisunla (donanemab) telah disetujui di AS dan Eropa karena terbukti memperlambat penurunan kognitif sekitar 27–35% pada stadium awal.
Namun, di Norwegia, obat-obat ini belum disetujui secara nasional. Proses evaluasi oleh badan obat Norwegia (NoMA) sedang berlangsung, tetapi ada dua hambatan utama:
- Biaya sangat tinggi: Leqembi bisa mencapai Rp1,5 miliar per tahun per pasien
- Infrastruktur perawatan: Terapi ini memerlukan infus intravena dua minggu sekali dan pemantauan MRI rutin untuk efek samping seperti pembengkakan otak (ARIA)
Tanpa solusi untuk kedua isu ini, deteksi dini bisa berujung pada “diagnosis tanpa terapi” situasi yang menimbulkan kecemasan tanpa manfaat klinis nyata.
Implikasi Global: Apa Artinya bagi Indonesia dan Dunia?
Terobosan Norwegia bukan hanya untuk warganya. Teknologi tes darah ini dikembangkan melalui kolaborasi internasional dan kemungkinan besar akan dilisensikan ke negara lain dalam 2–3 tahun ke depan.
Bagi Indonesia yang diproyeksikan memiliki 2,3 juta penderita demensia pada 2050 menurut Alzheimer’s Disease International adopsi tes semacam ini bisa menjadi game-changer. Dengan populasi lansia yang terus tumbuh, deteksi dini berbiaya rendah akan sangat krusial untuk perencanaan kesehatan nasional.
Namun, tantangannya tetap ada: infrastruktur laboratorium, pelatihan tenaga kesehatan, dan akses terapi. Tanpa itu, tes canggih pun berisiko menjadi “mainan elite”.
Kesimpulan: Awal Baru dalam Perang Melawan Alzheimer
Peluncuran tes darah Alzheimer di Norwegia bukan sekadar kemajuan teknis ia adalah pergeseran paradigma dari “mendiagnosis saat sudah parah” menjadi “mendeteksi sebelum rusak”.
Dengan kombinasi diagnostik yang mudah, terapi yang muncul, dan pendekatan pencegahan holistik, dunia akhirnya memiliki harapan nyata untuk mengubah Alzheimer dari vonis tak terhindarkan menjadi kondisi yang bisa dikelola bahkan dicegah.
Norwegia mungkin negara kecil, tapi dalam perang melawan penyakit otak ini, ia baru saja menjadi pemimpin global. Dan dunia, termasuk Indonesia, harus mulai memperhatikan.
| Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di : | |
|---|---|
| @gadgetvivacoid | |
| Gadget VIVA.co.id | |
| X (Twitter) | @gadgetvivacoid |
| Whatsapp Channel | Gadget VIVA |
| Google News | Gadget |