Puan Maharani Minta Maaf: DPR Akan Lebih Dengarkan Suara Rakyat
- Ist
Insiden itu langsung memicu kemarahan publik. Banyak pihak mendesak Polri bertindak transparan dan memberikan sanksi tegas kepada pihak yang terlibat.
Menindaklanjuti kasus tersebut, Polda Metro Jaya memastikan bahwa tujuh anggota Brimob yang berada dalam kendaraan taktis saat kejadian kini resmi diproses Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
Ketujuh anggota itu adalah Kompol Cosmas Ka Gae, Aipda M. Rohyani, Bripka Rohmat, Briptu Danang, Bripda Mardin, Baraka Jana Edi, dan Baraka Yohanes David.
Menurut Kepala DivPropam Polri, Irjen Pol Abdul Karim, ketujuhnya terbukti melanggar kode etik profesi kepolisian dan kini ditempatkan di Penempatan Khusus (Patsus) selama 20 hari untuk pemeriksaan lebih lanjut.
“Tujuh orang terduga pelanggar telah terbukti melanggar kode etik profesi kepolisian. Klarifikasi masih dilakukan, bukan hanya kepada terduga tapi juga saksi mata,” jelas Abdul Karim.
Sidang etik ini diharapkan mampu menjawab tuntutan publik yang menginginkan keadilan bagi korban. Namun, masyarakat juga menunggu apakah ada tindak lanjut ke ranah pidana, mengingat peristiwa tersebut menelan korban jiwa.
Tragedi Affan Kurniawan sekaligus menjadi ujian berat bagi citra DPR dan Polri. Di satu sisi, rakyat menuntut aparat penegak hukum bertanggung jawab. Di sisi lain, DPR sebagai lembaga legislatif juga dipaksa lebih peka terhadap aspirasi rakyat.
Puan Maharani yang tampil dengan permintaan maaf terbuka dinilai sebagai langkah awal yang positif. Namun, publik menegaskan bahwa permintaan maaf saja tidak cukup. Perlu ada langkah nyata berupa perubahan sikap, kebijakan, hingga kinerja yang benar-benar berpihak kepada rakyat.
Sejumlah analis politik menyebut, jika DPR benar-benar serius melakukan evaluasi seperti yang dijanjikan Puan, maka ke depan lembaga legislatif harus lebih aktif menampung aspirasi, menolak kebijakan yang merugikan rakyat, dan meningkatkan transparansi kerja.