Media Thailand Sindir Keras Timnas Indonesia: “Kebanyakan Naturalisasi, Tapi Masih Gagal ke Piala Dunia!”
- Timnas Indonesia
Gadget – Impian besar Timnas Indonesia untuk mencatat sejarah tampil di Piala Dunia 2026 kandas setelah dua kekalahan beruntun di babak keempat Kualifikasi Zona Asia. Harapan yang sempat membuncah di pundak skuad Garuda akhirnya pupus usai kalah dramatis dari Arab Saudi dan takluk tipis atas Irak.
Dalam pertandingan pembuka, Indonesia sempat memberikan perlawanan sengit namun akhirnya kalah 2-3 dari Arab Saudi. Laga berikutnya juga berakhir pahit dengan kekalahan 0-1 dari Irak. Hasil tersebut menempatkan Indonesia di dasar klasemen grup tanpa satu pun poin.
Harapan ASEAN Pupus, Media Thailand Justru Menyindir
Kegagalan ini bukan hanya mengecewakan publik Tanah Air, tetapi juga menjadi bahan sorotan dari media Thailand, Ball Thai. Media tersebut sempat menulis bahwa Indonesia adalah “harapan terakhir Asia Tenggara” di kancah sepak bola dunia, menggantikan dominasi lama Thailand dan Vietnam.
“Dulu, jika berbicara sepak bola ASEAN di pentas besar seperti Piala Dunia, harapan selalu tertuju pada Thailand atau Vietnam. Namun kini, harapan itu pindah ke Indonesia,” tulis Ball Thai dalam artikelnya.
Namun, di balik pujian itu terselip sindiran tajam. Ball Thai menyoroti bahwa pencapaian Indonesia dalam menembus babak keempat Kualifikasi Piala Dunia tak bisa dilepaskan dari banyaknya pemain naturalisasi yang memperkuat tim.
“Terlalu Banyak Naturalisasi” Jadi Sorotan Ball Thai
Dalam tulisannya, media asal Negeri Gajah Putih itu menegaskan bahwa Indonesia kini “terlalu bergantung pada pemain blasteran”.
“Tim Indonesia lebih banyak berfokus pada pemain blasteran. Banyak pemain yang berpindah kewarganegaraan dari Eropa, terutama Belanda, Jerman, dan Belgia. Jumlahnya sangat banyak hingga sulit dihitung,” tulis Ball Thai.
Sindiran ini jelas menyinggung arah kebijakan Patrick Kluivert, pelatih saat itu, yang mengandalkan pemain naturalisasi seperti Elkan Baggott, Jay Idzes, Jordi Amat, hingga Thom Haye. Meskipun banyak dari mereka memiliki darah Indonesia, isu keaslian skuad kembali mencuat di mata publik luar.
Ball Thai Akui Loyalitas Pemain Naturalisasi
Menariknya, meskipun sempat menyindir, Ball Thai juga mengakui bahwa para pemain keturunan tersebut memang menunjukkan komitmen nyata terhadap Indonesia. Mereka dianggap bukan sekadar “pemain impor”, tetapi bagian dari identitas baru sepak bola Tanah Air.
“Banyak orang mungkin bertanya-tanya, apakah ini benar-benar tim nasional? Tapi jika dilihat lebih adil, para pemain ini benar-benar keturunan Indonesia. Mereka datang dengan niat tulus, bahkan bisa berbicara bahasa ibu dan menyanyikan lagu kebangsaan,” tulis Ball Thai.
Media itu juga menyoroti bahwa publik Indonesia kini sudah menerima keberadaan pemain keturunan dengan tangan terbuka. Bahkan, mereka dianggap membawa semangat baru bagi timnas untuk bisa bersaing dengan tim-tim kuat Asia seperti Jepang, Korea Selatan, atau Iran.
Publik Indonesia Tetap Bangga Meski Gagal
Meski gagal menembus Piala Dunia 2026, mayoritas suporter Indonesia masih merasa bangga dengan perjuangan tim.
“Mayoritas penggemar sepak bola Indonesia merasa bangga karena kini mereka bisa melihat timnya melawan negara-negara besar tanpa rasa takut,” tambah Ball Thai.
Komentar tersebut seolah menggambarkan realitas baru: Indonesia memang belum sampai ke level Piala Dunia, namun sudah menempuh perjalanan luar biasa dibanding beberapa tahun lalu. Dari negara yang dulu penuh konflik internal di dunia sepak bola, kini berubah menjadi simbol harapan baru di kawasan Asia Tenggara.
Kini, setelah perjalanan di Kualifikasi Piala Dunia 2026 resmi berakhir, Timnas Indonesia harus kembali menata ulang arah pembangunan sepak bola nasional. Dengan Patrick Kluivert yang sedang dalam sorotan dan pembicaraan soal calon pelatih baru, publik menanti bagaimana langkah selanjutnya PSSI untuk memastikan masa depan yang lebih konsisten.
Indonesia sudah menembus batas baru sebagai wakil satu-satunya Asia Tenggara di babak keempat. Namun untuk bisa melangkah ke Piala Dunia 2030, dibutuhkan bukan hanya pemain keturunan dan semangat sesaat, tapi stabilitas, kompetisi lokal yang kuat, dan arah pembinaan yang jelas.
Sindiran dari media Thailand Ball Thai mungkin terasa pedas, tapi juga mencerminkan pengakuan bahwa sepak bola Indonesia kini punya tempat di peta Asia. Kegagalan di Kualifikasi Piala Dunia 2026 seharusnya bukan akhir, melainkan cambuk untuk memperkuat fondasi sepak bola nasional.
Dengan dukungan publik yang terus membara, Timnas Indonesia masih memiliki waktu untuk membangun generasi baru yang lebih solid, tidak hanya di atas kertas, tetapi juga dalam semangat dan konsistensi permainan menuju Piala Dunia 2030.
| Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di : | |
|---|---|
| @gadgetvivacoid | |
| Gadget VIVA.co.id | |
| X (Twitter) | @gadgetvivacoid | 
| Whatsapp Channel | Gadget VIVA | 
| Google News | Gadget | 
 
	         
             
           
              
     
              
     
              
     
              
     
              
     
              
     
     
     
     
     
     
                   
                   
                   
                   
                   
     
    