Jangan Sampai Burnout! Psikolog Ungkap Cara Jaga Kewarasan yang Jarang Diketahui

Jangan Sampai Burnout! Psikolog Ungkap Cara Jaga Kewarasan yang Jarang Diketahui
Sumber :
  • Alodokter

Gadget – Di era di mana multitasking dianggap sebagai kebanggaan, tekanan dari pekerjaan, tugas kuliah, ekspektasi sosial, hingga arus deras informasi di media sosial bisa membuat siapa pun merasa kehabisan napas secara emosional. Yang lebih mengkhawatirkan, banyak orang mulai menganggap kelelahan mental sebagai “normal” atau bahkan “bukti kerja keras”.

Malas Akut Bikin Karier Mandek? Bongkar 12 Jurus Jitu Jadi Produktif Lagi, Dijamin Nampol!

Namun, menurut Psikolog Silviani, M.Psi., dari RS Dr. Soeharto Heerdjan, kewarasan mental bukan kemewahan melainkan kebutuhan dasar yang harus dirawat, terutama saat hidup terasa tak henti-hentinya menuntut.

Dalam siaran langsung bersama radio Kementerian Kesehatan (13/11/2025), Silviani menegaskan:

5 Tren Gaya Hidup Modern Paling Populer Saat Ini

“Masalahnya bukan pada stresnya, tetapi pada bagaimana kita menanggapinya.” 

Artikel ini mengupas panduan lengkap dari psikolog untuk menjaga kewarasan di tengah kesibukan, mulai dari memahami jenis stres, mengenali sinyal tubuh, hingga strategi mental recharge yang benar-benar bekerja tanpa perlu liburan mahal atau waktu luang berhari-hari.

Tanda Kamu Sudah Pandai Mengelola Kecemasan, Tidak Mudah Panik

Stres Bukan Musuh: Kenali Eustress dan Distress

Banyak orang langsung mengasosiasikan stres dengan hal negatif. Padahal, stres adalah respons alami tubuh terhadap tantangan dan tidak selalu berbahaya.

Silviani menjelaskan bahwa stres terbagi menjadi dua jenis:

1. Eustress (Stres Positif)

  • Memotivasi dan meningkatkan fokus
  • Muncul sebelum presentasi, ujian, atau wawancara kerja
  • Memicu dorongan untuk mempersiapkan diri lebih baik
  • Berumur pendek dan justru meningkatkan performa

Contoh: Rasa gugup sebelum sidang skripsi yang membuat Anda belajar ekstra itu eustress. 

2. Distress (Stres Negatif)

  • Membuat kewalahan, cemas, atau kehilangan semangat
  • Berlangsung lama tanpa jeda pemulihan
  • Menggerus energi mental dan fisik
  • Berpotensi memicu burnout, kecemasan kronis, atau depresi

Contoh: Tugas menumpuk, deadline bertabrakan, tidur kurang, tapi terus dipaksa “kuat” itu distress. 

Intinya:

“Eustress bisa jadi pendorong, sedangkan distress membuat kita kehilangan arah,” kata Silviani. 

Menjaga kewarasan bukan berarti menghilangkan stres, tetapi menghindari akumulasi distress dan memastikan eustress tidak berubah menjadi beban.

Dengarkan Tubuh: Sinyal Awal Stres yang Sering Diabaikan

Salah satu kesalahan terbesar adalah menunggu sampai “jatuh sakit” baru menyadari bahwa stres sudah melampaui batas. Faktanya, tubuh selalu memberi peringatan lebih dulu.

Menurut Silviani, tanda-tanda awal stres bisa muncul dalam bentuk fisik dan emosional:

  • Leher dan bahu kaku
  • Sakit perut tanpa sebab medis
  • Sulit tidur atau justru tidur berlebihan
  • Mudah tersinggung atau menangis tiba-tiba
  • Kehilangan minat pada hal yang biasanya disukai

“Kalau sinyal ini diabaikan, stres bisa menumpuk dan memengaruhi keseharian,” ungkapnya. 

Mengenali sinyal ini bukan tanda kelemahan, melainkan bentuk kecerdasan emosional. Ini adalah cara tubuh berkata: “Aku butuh jeda.”

Temukan Cara Mental Recharge yang Sesuai dengan Dirimu

Tidak ada satu metode self-care yang cocok untuk semua orang. Yang penting adalah menemukan aktivitas yang benar-benar mengisi ulang energi mental Anda bukan sekadar mengikuti tren.

Silviani menekankan bahwa self-care tidak harus mahal atau rumit. Beberapa contoh yang efektif:

Untuk Introvert:

  • Menulis jurnal reflektif
  • Mendengarkan musik instrumental
  • Jalan sendirian di taman
  • Meditasi 10 menit

Untuk Ekstrovert:

  • Ngobrol santai dengan sahabat
  • Ikut komunitas hobi
  • Coffee date tanpa agenda
  • Berbagi cerita di grup kepercayaan

Untuk Semua Tipe:

  • Tidur cukup (7–8 jam)
  • Makan bergizi (hindari junk food saat stres)
  • Menata rutinitas sederhana (misal: bangun jam 6, sarapan, stretch ringan)

“Istirahat yang cukup, makan bergizi, dan menata rutinitas sederhana bisa menjadi bentuk self-care yang sangat efektif,” katanya. 

Kuncinya: lakukan secara konsisten, bukan sekadar saat stres sudah puncak.

Gunakan Dua Pendekatan Coping: Atasi Masalah & Tenangkan Emosi

Dalam psikologi, cara menghadapi stres disebut coping mechanism. Silviani merekomendasikan dua pendekatan utama yang saling melengkapi:

1. Problem-Focused Coping

Mengatasi sumber stres secara langsung.

Contoh: Stres karena tugas menumpuk → buat daftar prioritas, pecah jadi bagian kecil, selesaikan satu per satu.
Cocok untuk masalah yang bisa dikendalikan.

2. Emotion-Focused Coping

Menenangkan emosi terlebih dahulu sebelum mencari solusi.

Contoh: Tarik napas dalam 4-7-8, lakukan grounding (5-4-3-2-1 technique), dengarkan musik menenangkan.
Penting saat emosi sudah menguasai logika.
“Kadang kita butuh menenangkan diri terlebih dahulu, baru bisa berpikir jernih untuk mencari solusi.” 

Kombinasi kedua pendekatan ini menciptakan siklus pengelolaan stres yang sehat: tenangkan diri → evaluasi masalah → ambil tindakan → evaluasi hasil.

Kewarasan Butuh Ruang: Berhenti Sejenak Bukan Kemalasan

Budaya produktivitas sering membuat orang merasa bersalah saat beristirahat. Padahal, istirahat berkualitas adalah investasi untuk performa jangka panjang.

Silviani menegaskan:

“Ketika pikiran dan tubuh diberi waktu untuk pulih, kita bisa kembali fokus dan berpikir lebih jernih.” 

Memberi ruang dan kesadaran pada diri sendiri berarti:

  • Mengakui batas energi pribadi
  • Tidak memaksakan diri “kuat terus”
  • Mengizinkan diri berhenti meski hanya 5 menit
  • Menerima bahwa tidak semua hal bisa diselesaikan hari ini

Ini bukan sikap pasif, melainkan strategi sadar untuk menjaga ketahanan mental.

Kesimpulan: Kewarasan Dimulai dari Kesadaran Diri

Menjaga kewarasan di tengah kesibukan bukan soal:

  • Menghindari stres
  • Menjadi super produktif
  • Selalu terlihat “baik-baik saja”

Melainkan tentang:

  • Mengenali jenis stres yang sedang dialami
  • Mendengarkan sinyal tubuh sejak dini
  • Memilih cara pemulihan yang sesuai dengan diri sendiri
  • Menggunakan strategi coping yang tepat
  • Memberi izin pada diri untuk beristirahat tanpa rasa bersalah

Seperti kata Silviani:

“Dengan istirahat cukup, dukungan sosial, dan penerimaan diri, stres bisa diubah menjadi sumber kekuatan untuk tumbuh lebih tangguh.” 

Di tengah dunia yang tak pernah berhenti berputar, menjaga kewarasan adalah bentuk perlawanan paling revolusioner dan paling manusiawi.

Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di :
Instagram@gadgetvivacoid
FacebookGadget VIVA.co.id
X (Twitter)@gadgetvivacoid
Whatsapp ChannelGadget VIVA
Google NewsGadget