Dipukul Pakai Bangku Besi, Korban Bullying di SMPN 19 Tangsel Meninggal Setelah Seminggu Dirawat
- rsbudikemuliaan
Respons Sekolah dan Dinas Pendidikan Dinilai Lambat
Keluarga korban menyatakan kekecewaan mendalam terhadap lambatnya respons institusi pendidikan terhadap insiden ini. Padahal, menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak dan Permendikbud No. 82 Tahun 2015, setiap sekolah wajib memiliki mekanisme penanganan bullying dan wajib melapor dalam waktu 2×24 jam jika terjadi kekerasan terhadap peserta didik.
Namun, dalam kasus MH, tidak ada tindakan preventif atau investigasi internal yang terlihat signifikan segera setelah kejadian. Tidak jelas apakah pelaku telah diidentifikasi, diberi sanksi, atau apakah pihak sekolah telah melapor ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) atau kepolisian.
“Kami sangat menyesalkan lambatnya respons dari pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan,” kata keluarga melalui perwakilannya. “Anak kami tidak hanya kehilangan nyawa tapi juga haknya untuk dilindungi di tempat yang seharusnya aman: sekolah.”
Kasus Serupa Menguat: Pola Bullying di Sekolah Menengah Pertama
Kematian MH bukan kasus pertama yang mengaitkan bullying dengan kematian siswa di Indonesia. Sebelumnya, misteri kematian seorang siswa di Sekolah Pahoa juga diduga kuat akibat perundungan, meski hingga kini belum terungkap tuntas.
Fakta ini menunjukkan pola sistemik:
- Bullying di SMP sering kali dianggap “kenakalan biasa”
- Korban takut melapor karena ancaman atau rasa malu
- Sekolah enggan mengakui masalah untuk menjaga citra
- Orang tua terlambat menyadari keparahan kondisi anak
Padahal, menurut data KPAI, lebih dari 60% kasus kekerasan di sekolah terjadi di jenjang SMP, dengan bentuk dominan berupa kekerasan fisik dan psikologis oleh sesama siswa.
Panggilan untuk Reformasi Sistemik: Dari Zero Tolerance hingga Edukasi Empati
Tragedi MH seharusnya menjadi tamparan keras bagi seluruh pemangku kepentingan pendidikan. Sekolah bukan hanya tempat belajar akademik tapi juga ruang aman bagi tumbuh kembang emosional dan sosial anak.
Beberapa langkah mendesak yang harus diambil:
- Implementasi kebijakan “zero tolerance” terhadap bullying di semua sekolah
- Pelatihan wajib bagi guru dan staf dalam mengenali tanda-tanda korban perundungan
- Sistem pelaporan anonim yang mudah diakses siswa
- Kolaborasi dengan psikolog sekolah untuk intervensi dini
- Sosialisasi masif kepada orang tua tentang tanda-tanda anak jadi korban bullying
- Tanpa reformasi menyeluruh, kematian MH bisa jadi bukan yang terakhir.