Kiamat Sudah Dekat? Fenomena Monyet Mati Massal dan Kelelawar Berjatuhan Gegerkan Dunia

Kiamat Sudah Dekat? Fenomena Monyet Mati Massal dan Kelelawar Berjatuhan Gegerkan Dunia
Sumber :
  • Jesús Martínez/Wildlife Conservation Society

Fenomena alam yang mencengangkan kembali menyita perhatian dunia. Dari Meksiko hingga Australia, berbagai satwa liar ditemukan mati massal akibat gelombang panas ekstrem. Banyak pihak menyebut fenomena ini sebagai “tanda kiamatperubahan iklim yang semakin nyata di depan mata.

Monyet Jatuh Bergelimpangan di Meksiko

Di kawasan Tecolutilla, Meksiko, puluhan monyet howler (Alouatta) jatuh bergelimpangan dari pepohonan. Hewan yang biasanya hidup lincah di hutan tropis itu ditemukan tak berdaya akibat dehidrasi parah dan kelelahan.

Rekaman di lapangan menunjukkan betapa mengerikannya kondisi tersebut. Tahun lalu, suhu di wilayah itu tembus 43 derajat Celsius. Akibatnya, sedikitnya 83 ekor monyet ditemukan mati di Tabasco, sementara ratusan lainnya diduga ikut tewas.

Bagi monyet yang berhasil selamat, hidupnya tetap berada di ujung tanduk. Mereka hanya bisa bertahan berkat bantuan tim penyelamat lokal yang memberikan es batu, cairan infus, hingga perawatan darurat.

Fenomena Serupa di Berbagai Belahan Dunia

Meksiko bukan satu-satunya tempat yang mengalami tragedi ekologis ini. Kasus serupa juga ditemukan di berbagai belahan dunia, menandakan krisis iklim sudah pada tahap mengkhawatirkan.

  • Australia: Ribuan kelelawar berjatuhan dari pohon karena tidak kuat menahan suhu tinggi. Banyak yang mati saat terpanggang di bawah sinar matahari.

  • Kanada: Miliaran teritip, kerang, dan biota laut kecil mati mendadak di kolam pasang surut. Suhu panas membuat mereka seperti “dipanggang hidup-hidup”.

  • Afrika: Penelitian mengungkap populasi tikus kecil mengalami penurunan kesuburan akibat paparan panas ekstrem yang berlangsung terus-menerus.

Fenomena kematian satwa secara massal ini memperlihatkan betapa luasnya dampak gelombang panas di seluruh dunia.

Dampak Ekologis yang Sangat Besar

Menurut para ekolog, kasus semacam ini hanyalah “puncak gunung es”. Kematian satwa liar akibat panas ekstrem sebenarnya jauh lebih banyak dari yang terlaporkan.

Maximilian Kotz, ilmuwan iklim dari Potsdam Institute for Climate Impact Research, menyebut bahwa kawasan tropis menjadi wilayah paling rentan.

“Frekuensi gelombang panas meningkat jauh lebih cepat di wilayah tropis,” ujarnya, dikutip dari The Guardian (20/8/2025).

Riset Kotz bahkan menemukan bahwa populasi burung tropis menurun 25% hingga 38% dalam 70 tahun terakhir akibat gelombang panas yang semakin sering terjadi.