Jensen Huang: Tiongkok Hanya “Nanodetik” di Belakang AS dalam Perlombaan AI

Nvidia
Sumber :
  • Nvidia

Selain itu, Huang juga menyoroti regulasi AI tingkat negara bagian dan biaya energi yang tinggi di AS sebagai penghambat inovasi. “Sinisme dan regulasi berlebihan membuat perusahaan Amerika sulit bergerak cepat,” tuturnya.

Canva Luncurkan Creative OS, Revolusi Fitur AI yang Ubah Dunia Desain Digital

Reaksi Pasar dan Klarifikasi dari Nvidia

Pernyataan tegas Huang sempat menimbulkan reaksi di pasar saham. Saham Nvidia mengalami penurunan sesaat setelah laporan mengenai komentarnya beredar luas. Untuk meredam kekhawatiran investor, Huang segera memberikan klarifikasi bahwa ia tidak memprediksi kekalahan Amerika Serikat, melainkan mengingatkan pentingnya bertindak lebih cepat agar tidak tertinggal.

Google Play Store Kini Punya Fitur Ulasan AI, Pengguna Bisa Tahu Kelebihan dan Kekurangan Aplikasi Sekilas

Terlepas dari fluktuasi pasar, Nvidia tetap menjadi perusahaan paling berharga di dunia, dengan valuasi sekitar US$4,7 triliun. Nilai ini sedikit turun dari puncak sebelumnya sebesar US$5 triliun, namun tetap menegaskan posisi Nvidia sebagai pemimpin global di bidang chip dan kecerdasan buatan.

Dinamika Persaingan Teknologi Global

Amerika Siap Meledak! Trump Pastikan Uji Coba Nuklir Jalan Terus

Komentar Jensen Huang muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara AS dan Tiongkok dalam bidang teknologi dan perdagangan. Washington berfokus membatasi akses Tiongkok terhadap perangkat keras AI tercanggih, sedangkan Beijing menanggapi dengan meningkatkan inovasi dan produksi domestik.

Situasi ini mencerminkan perlombaan global yang semakin ketat di sektor kecerdasan buatan. Banyak analis berpendapat bahwa, meski Amerika masih memimpin, Tiongkok menunjukkan konsistensi dan keberanian yang luar biasa dalam mengejar ketertinggalan.

Pesan Tegas: Menang Lewat Inovasi, Bukan Isolasi

Bagi Huang, inti dari perlombaan AI bukanlah tentang siapa yang membangun tembok tertinggi, melainkan siapa yang mampu berinovasi paling cepat dan terbuka terhadap kolaborasi global. “Kami ingin Amerika menang,” tegasnya, “tetapi menang berarti membangun lebih cepat, bukan membangun tembok.”

Pernyataan itu menjadi peringatan strategis bagi dunia Barat, bahwa kemenangan dalam AI tidak bisa dicapai melalui isolasi atau pembatasan, melainkan lewat kerja sama, efisiensi, dan inovasi berkelanjutan.

Dengan arah kebijakan yang jelas, sumber daya yang besar, dan tekad nasional yang kuat, Tiongkok kini menjadi pesaing utama dalam perlombaan AI global. Di sisi lain, Amerika Serikat dihadapkan pada tantangan besar untuk menjaga momentum dan memperkuat ekosistem inovasinya tanpa mengekang kreativitas industri.