Krisis Baru di Timur Tengah: Israel Serang Jantung Doha
- qatar
Pada 9 September 2025, dunia internasional dikejutkan oleh langkah Israel yang melancarkan serangan udara di Doha, Qatar. Serangan itu menargetkan kantor politik Hamas yang saat itu sedang membahas proposal gencatan senjata yang didukung Amerika Serikat. Peristiwa ini tidak hanya menelan korban jiwa, tetapi juga memicu gelombang kecaman dari berbagai negara.
Dalam insiden tersebut, sedikitnya lima hingga enam orang dilaporkan tewas. Di antara korban, terdapat putra dari Khalil al-Hayya, salah satu tokoh senior Hamas, serta seorang petugas keamanan Qatar. Fakta ini membuat serangan Israel semakin menuai sorotan karena terjadi di luar wilayah konflik utama, yaitu Gaza.
Israel sendiri tidak menutupi keterlibatannya. Pemerintah Tel Aviv secara terbuka mengaku bertanggung jawab atas serangan itu. Menurut pernyataan resmi, tindakan tersebut diambil karena adanya ancaman langsung terhadap warga sipil dan pasukan Israel. Meski begitu, alasan ini tidak meredakan kritik global yang menilai serangan tersebut telah melanggar kedaulatan negara lain.
Selain itu, waktu penyerangan juga menimbulkan pertanyaan besar. Saat itu, delegasi Hamas sedang berada di Doha untuk membahas gencatan senjata dengan mediasi Qatar dan Amerika Serikat. Artinya, serangan ini bukan hanya memukul Hamas, tetapi juga mengguncang proses diplomatik yang tengah berjalan.
Gelombang Kecaman dari Dunia
Tak butuh waktu lama, berbagai negara angkat suara. Qatar sebagai tuan rumah langsung mengutuk serangan itu. Pemerintah Doha menegaskan bahwa tindakan Israel merupakan pelanggaran kedaulatan sekaligus pelanggaran terhadap hukum internasional. Bagi Qatar, serangan ini adalah penghinaan terhadap perannya sebagai mediator netral dalam upaya meredakan konflik Gaza.
Turki juga bersuara lantang. Ankara menyebut serangan Israel sebagai “pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional.” Lebih jauh, Turki memperingatkan bahwa tindakan tersebut bisa memperburuk ketegangan regional yang sudah rapuh.
Dari Eropa, Inggris turut mengecam. Perdana Menteri Keir Starmer menilai serangan udara itu bukan hanya melukai Qatar, tetapi juga mengancam stabilitas kawasan secara keseluruhan. Sementara itu, Jerman melalui Kanselir Merz dan Menteri Luar Negeri Wadephul menyebut aksi Israel “tidak dapat diterima.” Mereka khawatir, serangan semacam ini justru merusak peluang untuk mencapai gencatan senjata di Gaza.
Kritik juga datang dari seberang Atlantik. Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menilai serangan Israel adalah kesalahan besar. Menurutnya, langkah itu justru merugikan kepentingan Amerika dan Israel sendiri karena menyerang wilayah sekutu penting, yakni Qatar. Padahal, Qatar sedang memainkan peran vital sebagai mediator dalam upaya menghentikan perang di Gaza.
Dampak Politik dan Diplomatik
Dari perspektif politik, serangan Israel di Doha memberi dampak yang jauh lebih luas daripada sekadar korban jiwa. Pertama, ketegangan regional semakin meningkat. Proses negosiasi gencatan senjata yang sudah rapuh kini makin sulit diwujudkan. Hamas bisa saja menarik diri dari pembicaraan, sementara Qatar mungkin menilai mediasi menjadi sia-sia.
Kedua, kepercayaan terhadap Qatar sebagai mediator netral ikut terguncang. Selama ini Doha dianggap mampu menengahi konflik antara Hamas, Israel, dan pihak internasional lainnya. Namun, ketika wilayahnya diserang langsung, posisi Qatar menjadi dilematis. Negara kecil itu berada di tengah pusaran diplomasi besar dengan tekanan dari semua sisi.
Ketiga, serangan ini menimbulkan preseden baru yang berbahaya. Israel dianggap telah melanggar kedaulatan sebuah negara berdaulat dengan alasan keamanan nasional. Jika tindakan seperti ini dibiarkan, bukan tidak mungkin akan terjadi eskalasi lebih luas, di mana negara-negara lain juga merasa berhak melakukan serangan lintas batas.
Keempat, isolasi diplomatik Israel semakin terlihat. Meski selalu menekankan soal ancaman keamanan, dukungan internasional terhadap Tel Aviv makin menurun. Sejumlah negara Atlantik dan Timur Tengah kini secara terbuka mengecam tindakan tersebut, menambah daftar panjang kritik terhadap kebijakan militer Israel.
Kelima, harapan akan perdamaian jangka pendek di Gaza semakin meredup. Doha sebelumnya memainkan peran penting dalam memediasi pertukaran sandera dan menghentikan sementara pertempuran. Namun, dengan adanya serangan ini, kepercayaan semua pihak terhadap proses mediasi otomatis berkurang drastis.
Jalan Sulit Menuju Perdamaian
Serangan Israel di Qatar memperlihatkan betapa kompleksnya konflik di Timur Tengah. Upaya diplomatik yang memerlukan waktu, tenaga, dan kepercayaan dapat runtuh seketika hanya karena satu serangan. Meskipun Israel berdalih melindungi rakyatnya, dampak yang ditimbulkan jauh lebih besar dari sekadar menghantam target musuh.
Kini, komunitas internasional berada pada titik krusial. Apakah akan terus mendorong gencatan senjata dengan mediator yang sama, atau mencari cara baru yang mungkin lebih bisa diterima semua pihak? Pertanyaan ini menggantung di udara, sementara korban jiwa terus berjatuhan di Gaza.
Satu hal yang jelas, serangan udara di Doha telah membuka babak baru dalam konflik Israel-Hamas. Babak yang memperlihatkan betapa rapuhnya diplomasi di kawasan tersebut, sekaligus menunjukkan betapa pentingnya kesepakatan internasional yang benar-benar menghormati hukum dan kedaulatan negara.