Jet Tempur J-10C Bisa Mendarat di Iran, Benarkah Cina Tengah Ubah Peta Kekuatan Timur Tengah?
- lifeworks
Hubungan antara Cina dan Iran kembali menjadi sorotan internasional. Salah satu isu terhangat adalah rencana Beijing untuk memberikan atau menjual jet tempur Chengdu J-10C kepada Teheran. Walaupun belum ada konfirmasi resmi, banyak analis dan media meyakini bahwa langkah ini sedang dipertimbangkan serius. Mengapa hal ini penting? Dan apa alasan di balik niat Cina untuk memperkuat angkatan udara Iran?
Untuk menjawabnya, mari kita menilik dari berbagai sisi, baik kebutuhan Iran maupun kepentingan strategis Cina.
Latar Belakang: Jet Modern vs Armada Tua
Chengdu J-10C merupakan pesawat tempur generasi 4.5 yang memiliki teknologi radar AESA, avionik canggih, serta kemampuan membawa rudal jarak jauh seperti PL-15. Dengan fitur tersebut, J-10C dianggap sebagai salah satu jet tempur paling modern di kelasnya.
Di sisi lain, Iran menghadapi masalah besar dalam kekuatan udaranya. Mayoritas pesawat yang dimiliki adalah model lama, banyak di antaranya peninggalan sebelum Revolusi 1979. Kondisi makin sulit karena suku cadang terbatas akibat sanksi internasional. Harapan Iran untuk memperbarui armada dengan jet Su-35 Rusia pun belum terpenuhi, karena Moskow mengalami keterlambatan pengiriman. Situasi inilah yang membuat Iran mencari alternatif baru, dan Cina hadir dengan tawaran J-10C.
Alasan Cina Mau Menjual J-10C ke Iran
Ada sejumlah faktor yang mendorong Cina untuk membuka kemungkinan ini. Setidaknya ada lima alasan utama yang patut dicermati.
Pertama, diversifikasi pasar senjata sekaligus memperkuat pengaruh geopolitik.
Cina selama ini berupaya memperluas pasar ekspor militernya. Dengan masuk ke Timur Tengah, Beijing bukan hanya mendapatkan keuntungan finansial, tetapi juga memperkuat posisinya sebagai kekuatan global yang mampu menyaingi Rusia dan Barat. Menjadi pemasok bagi Iran berarti mempererat hubungan dengan salah satu negara paling strategis di kawasan tersebut.
Kedua, kebutuhan Iran untuk modernisasi dan ketergantungan pada Rusia.
Keterlambatan Rusia dalam memenuhi kontrak jet Su-35 membuka celah besar. Iran tidak bisa menunggu lebih lama jika ingin menjaga keseimbangan kekuatan dengan negara-negara tetangganya. J-10C dianggap sebagai solusi cepat dan terjangkau, tanpa harus menunggu antrian panjang seperti yang biasa terjadi pada pembelian jet buatan Barat atau Rusia.
Ketiga, perubahan kondisi sanksi internasional.
Ada laporan bahwa beberapa hambatan terhadap ekspor minyak Iran mulai dilonggarkan. Hal ini memberi ruang bagi Teheran untuk memperoleh dana tambahan. Meski begitu, ada kendala: Iran kerap mengusulkan pembayaran lewat barter minyak atau gas, sementara Cina lebih menyukai transaksi tunai dalam mata uang kuat. Negosiasi soal mekanisme pembayaran ini menjadi salah satu faktor penentu.
Keempat, memperkuat pertahanan Iran sebagai deterrent.
Bagi Iran, J-10C bukan hanya soal menambah jumlah pesawat tempur. Jet ini mampu meningkatkan kesadaran situasional berkat radar AESA, serta memperluas kemampuan tempur jarak jauh. Dalam konteks ketegangan dengan Israel, kemampuan tersebut menjadi penting sebagai alat pencegah serangan. Dengan kata lain, keberadaan J-10C dapat membuat lawan berpikir dua kali sebelum bertindak.
Kelima, keuntungan ekonomi bagi Cina.
Jangan lupakan aspek bisnis. Penjualan pesawat tempur berarti kontrak bernilai besar yang mencakup perawatan, pelatihan, hingga suku cadang. Bagi Cina, ini menjadi sumber pendapatan sekaligus sarana mempererat kerja sama ekonomi dengan Iran. Selain itu, hubungan yang lebih kuat dengan Teheran bisa mendukung inisiatif Belt and Road serta memastikan akses stabil ke sumber energi di kawasan Teluk.
Keseimbangan Kekuatan di Timur Tengah
Di luar alasan ekonomi, ada aspek strategis yang lebih luas. Cina melihat Iran sebagai pemain penting yang bisa menjadi penyeimbang di Timur Tengah. Dengan memperkuat militer Iran, Beijing secara tidak langsung menantang dominasi negara-negara sekutu Amerika Serikat seperti Israel dan Arab Saudi.
Transfer teknologi militer juga membantu Cina membangun “lingkar pengaruh” tanpa harus menempatkan pasukan secara langsung. Hal ini sesuai dengan strategi luar negeri Beijing yang lebih mengutamakan diplomasi ekonomi dan aliansi, ketimbang intervensi militer terbuka.
Hambatan dan Pertimbangan Cina
Meski tampak menjanjikan, rencana ini tidak lepas dari tantangan. Pertama, masalah pembayaran masih menjadi batu sandungan. Kondisi ekonomi Iran yang tertekan inflasi dan sanksi membuat mereka sulit melakukan transaksi dalam dolar atau euro. Bagi Cina, barter minyak tidak selalu menarik karena dianggap berisiko.
Kedua, ada risiko diplomatik. Jika penjualan ini terlaksana, reaksi keras bisa datang dari Amerika Serikat, Israel, maupun negara Teluk. Mereka mungkin menekan Beijing dengan sanksi tambahan terhadap perusahaan pertahanan Cina.
Ketiga, persoalan logistik dan pemeliharaan. Jet tempur modern seperti J-10C membutuhkan rantai pasokan suku cadang yang stabil, serta pelatihan intensif bagi pilot dan teknisi. Jika Iran gagal memenuhi kebutuhan itu, efektivitas pesawat bisa menurun drastis.
Secara keseluruhan, alasan Cina ingin memberikan atau menjual J-10C ke Iran adalah kombinasi antara kebutuhan mendesak Teheran dan kepentingan strategis Beijing. Iran butuh modernisasi cepat karena armada tuanya makin rentan, sementara Rusia tidak bisa memenuhi janji tepat waktu. Cina melihat peluang emas: memperluas pengaruh geopolitik, memperkuat hubungan dengan mitra energi penting, sekaligus meraup keuntungan ekonomi dari industri pertahanan.
Namun, kesepakatan ini masih berada di bawah bayang-bayang risiko. Pertanyaan terbesar terletak pada kemampuan Iran membayar dengan cara yang diterima Cina, serta bagaimana Beijing menghadapi reaksi dunia internasional. Jika kedua hal itu bisa diatasi, bukan tidak mungkin J-10C akan segera menghiasi langit Iran, membawa implikasi besar bagi keseimbangan kekuatan di Timur Tengah.