PBNU Meledak! Tolak Atlet Israel Masuk Indonesia: ‘Tak Ada Manfaat, Jangan Langgar Moral Bangsa!

Raksasa Pertahanan Dunia Raup Untung di Tengah Derita Gaza
Sumber :
  • israel

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menegaskan penolakannya terhadap rencana kedatangan atlet Israel yang akan berlaga dalam ajang World Artistic Gymnastics Championships 2025 di Jakarta. Kompetisi tingkat dunia tersebut dijadwalkan berlangsung pada 19–25 Oktober 2025, dan keikutsertaan atlet Israel langsung menuai sorotan publik, termasuk dari ormas Islam terbesar di Indonesia itu.

Konflik Gaza Panas Lagi! Israel Bombardir Rafah, AS Masih Bicara Soal Damai?

Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi, yang akrab disapa Gus Fahrur, menilai bahwa kehadiran atlet Israel di tanah air tidak membawa manfaat apa pun bagi Indonesia. Ia menegaskan, secara prinsip, Indonesia dan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik, sehingga tidak ada dasar yang kuat untuk menerima kehadiran delegasi dari negara tersebut.

“Kita tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel. Jadi tidak ada alasan, tidak ada manfaat apa pun bagi kita untuk menerima mereka datang dan bertanding di Indonesia,” ujar Gus Fahrur dalam keterangan resminya, Jumat (10/10/2025).

Drone Israel Serang Pasukan Perdamaian UNIFIL di Lebanon, PBB Kecam Pelanggaran Resolusi

Menurutnya, penolakan ini bukanlah tindakan emosional atau politis semata, melainkan bentuk konsistensi sikap bangsa Indonesia yang sejak lama memegang teguh prinsip anti-penjajahan dan solidaritas terhadap bangsa Palestina. Ia mengingatkan bahwa dalam sejarah olahraga Indonesia, sikap serupa juga pernah ditunjukkan secara tegas.

Sebagai contoh, Gus Fahrur menyinggung peristiwa tahun 1958, ketika tim nasional Indonesia memilih mundur dari babak kualifikasi Piala Dunia karena enggan berhadapan dengan Israel. Langkah itu, kata dia, menjadi bukti nyata bahwa Indonesia tidak pernah kompromi terhadap upaya normalisasi hubungan dengan Israel di bidang apa pun, termasuk olahraga.

Guncang Dunia! Pengadilan Internasional Nyatakan Israel Lakukan Genosida di Gaza, AS Ikut Disorot

“Sejarah mencatat, Indonesia pernah mundur dari kualifikasi Piala Dunia 1958 karena tidak ingin bertanding melawan Israel. Sikap itu menunjukkan konsistensi moral bangsa kita,” tegasnya.

Lebih jauh, Gus Fahrur menjelaskan bahwa penolakan terhadap kehadiran atlet Israel tidak semata-mata karena alasan politik luar negeri, melainkan juga merupakan bentuk nyata solidaritas kemanusiaan terhadap penderitaan rakyat Palestina yang hingga kini masih berada di bawah pendudukan militer Israel.

Menurutnya, selama Palestina belum merdeka dan rakyatnya masih mengalami penindasan, Indonesia seharusnya tetap menjaga jarak dari segala bentuk hubungan dengan Israel, baik dalam bidang ekonomi, diplomasi, maupun olahraga.

“Sikap ini adalah bagian dari solidaritas terhadap perjuangan rakyat Palestina. Selama bangsa Palestina masih dijajah dan ditindas, kita tidak boleh menormalisasi hubungan dengan Israel dalam bentuk apa pun,” ujar Gus Fahrur menegaskan.

Ia juga menambahkan bahwa kehadiran atlet Israel di ajang olahraga internasional di Jakarta justru bisa menimbulkan ketegangan sosial dan politik di dalam negeri. Sebab, banyak masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, menaruh simpati mendalam terhadap perjuangan rakyat Palestina.

“Kalau atlet Israel datang, itu bisa memicu penolakan dan demonstrasi. Kita harus mempertimbangkan dampaknya terhadap stabilitas sosial. Olahraga seharusnya membawa perdamaian, bukan polemik,” jelasnya.

Dalam pandangan PBNU, Indonesia harus konsisten dengan politik luar negeri bebas aktif yang berpihak pada perdamaian dunia dan menolak segala bentuk penjajahan. Prinsip tersebut, kata Gus Fahrur, telah menjadi bagian dari jati diri bangsa sejak masa Presiden Soekarno.

Ia juga mengingatkan bahwa konstitusi Indonesia secara tegas menolak segala bentuk penjajahan di muka bumi, sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yang menyatakan bahwa “penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.” Oleh karena itu, membuka ruang bagi Israel, yang masih melakukan pendudukan di tanah Palestina, dianggap bertentangan dengan nilai dasar tersebut.

“UUD 1945 menegaskan kita menolak penjajahan. Selama Israel masih menjajah Palestina, kita tidak boleh membuka celah normalisasi, apalagi dalam bentuk kegiatan internasional di wilayah kita,” tegasnya lagi.

Penolakan PBNU ini sejalan dengan sikap sejumlah organisasi masyarakat dan tokoh publik di Indonesia yang juga menolak kehadiran delegasi Israel di ajang olahraga internasional. Sebelumnya, beberapa organisasi mahasiswa dan kelompok solidaritas Palestina juga menyampaikan keberatan mereka terhadap rencana tersebut.

Sementara itu, hingga kini belum ada pernyataan resmi dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) maupun Panitia Penyelenggara Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 terkait sikap pemerintah terhadap keikutsertaan Israel. Namun, perdebatan publik terus mengemuka, terutama di media sosial, di mana sebagian besar warganet menyuarakan penolakan.

Bagi PBNU, persoalan ini tidak bisa dipandang sekadar urusan olahraga, tetapi harus dilihat dari sisi moral, kemanusiaan, dan sejarah diplomasi Indonesia. Gus Fahrur menegaskan bahwa keberpihakan Indonesia terhadap Palestina sudah menjadi komitmen yang tidak bisa ditawar.

“Ini bukan soal olahraga semata. Ini soal kemanusiaan dan prinsip. Kita harus tegas bersikap, sebagaimana para pendiri bangsa dulu yang tidak mau berkompromi terhadap penjajahan,” tuturnya.

Gus Fahrur juga mengajak seluruh masyarakat untuk memahami bahwa menolak kehadiran atlet Israel bukan berarti menolak perdamaian, melainkan upaya mempertahankan sikap moral bangsa yang pro-keadilan. Ia menilai, justru sikap tegas seperti ini yang menunjukkan bahwa Indonesia konsisten mendukung kemerdekaan Palestina.

“Menolak kehadiran Israel bukan bentuk kebencian, tapi bentuk keberpihakan pada keadilan. Kalau kita menerima mereka begitu saja, seolah-olah kita menutup mata terhadap penderitaan rakyat Palestina,” pungkasnya.

Dengan pernyataan ini, PBNU mempertegas posisi moral Indonesia dalam isu Israel-Palestina, sekaligus mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait kegiatan internasional yang melibatkan Israel. Menurut Gus Fahrur, Indonesia harus berdiri di sisi sejarah yang benar, yakni berpihak pada bangsa yang tertindas dan menolak segala bentuk penjajahan.