Putra Mahkota Usia 22 Tahun Ini Calon Pengganti PB XIII—Siapa Lawannya?

Putra Mahkota Usia 22 Tahun Ini Calon Pengganti PB XIII—Siapa Lawannya?
Sumber :
  • INSTAGRAM/@kraton_solo

Gadget – Wafatnya Kanjeng Sinuhun Pakubuwono XIII Hangabehi pada Minggu, 2 November 2025, meninggalkan kekosongan di puncak takhta Keraton Surakarta Hadiningrat. Sang raja, yang meninggal akibat komplikasi gula darah tinggi setelah sempat dirawat dan pulih sebelum acara Adang Dal, kini memicu proses suksesi yang sarat dengan dinamika internal keluarga kerajaan.

"Kalau Nggak Kuat Jalan, Mati!" Ancaman Halus Adik PB XIII soal Dualisme Raja Solo

Di tengah berkabung, K.G.P.A.A. Hamangkunegoro Sudibya Rajaputra, atau yang akrab disapa Gusti Purbaya, muncul sebagai kandidat utama pengganti sang raja. Putra bungsu PB XIII ini telah secara resmi dinobatkan sebagai putra mahkota sejak 27 Februari 2022 dalam acara Tinggalan Dalem Jumenengan SKKS Pakubuwana di Sasana Sewaka, Keraton Surakarta.

Namun, meski statusnya jelas secara prosedural, jalannya suksesi diprediksi tidak mulus. Sejumlah pihak dalam keluarga kerajaan masih mempertanyakan legitimasi garis keturunan Gusti Purbaya—bukan karena usianya yang masih muda (22 tahun), melainkan karena sengketa lama seputar status permaisuri ibundanya.

Keraton Surakarta Memanas: Benowo Bantah Mandat Tedjowulan, Ungkap Penobatan Mendadak Hangabehi

Artikel ini mengupas profil Gusti Purbaya, latar belakang penunjukannya sebagai putra mahkota, dinamika keluarga kerajaan yang memicu ketegangan, serta tantangan politik-budaya yang menghadang proses suksesi takhta Keraton Surakarta.

Profil Gusti Purbaya: Raja Muda Berpendidikan dan Vokal

Vivo X200T Siap Jadi Flagship Performa Tinggi, Ini Spesifikasi yang Terungkap

Lahir pada tahun 2003, Gusti Purbaya adalah putra bungsu dari pernikahan Pakubuwono XIII dengan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pakubuwana, yang juga dikenal sebagai K.R.Ay. Pradapaningsih.

Pendidikannya mencerminkan keseimbangan antara tradisi dan modernitas:

  • Menempuh studi Ilmu Hukum di Universitas Diponegoro (Undip)
  • Berencana melanjutkan S2 di Universitas Gadjah Mada (UGM)

Ia tidak hanya aktif dalam lingkungan keraton, tetapi juga mengikuti perkembangan politik nasional dengan penuh perhatian. Di media sosial, ia kerap menyuarakan pandangan kritis—salah satunya yang mencuat pada Maret 2025, ketika ia menulis di Instagram:

"Nyesel Gabung Republik. Percuma Republik Kalau Cuma Untuk Membohongi." 

Unggahan itu disertai foto dirinya berbincang santai dengan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, memicu spekulasi luas di publik.

Namun, Pengageng Sasono Wilopo, K.P.H. Dani Nur Adiningrat, segera memberikan klarifikasi:

“Hubungannya baik sejak Wapres jadi Wali Kota Solo hingga kini. Pernyataan itu tidak merusak relasi mereka.” 

Bagi sebagian pengamat, komentar Gusti Purbaya bukan sekadar keluhan—melainkan refleksi ketegangan historis antara kerajaan tradisional dan negara republik, terutama terkait pengakuan otoritas, simbolisme, dan peran budaya.

Penobatan Resmi sebagai Putra Mahkota: Momentum Penting 2022

Pada 27 Februari 2022, ketika berusia 19 tahun, Gusti Purbaya secara resmi dinobatkan sebagai Pangeran Adipati Anom—gelar tradisional putra mahkota Keraton Surakarta—dalam upacara sakral di Sasana Sewaka.

Upacara ini bukan hanya seremonial, melainkan pengukuhan politik-budaya yang melibatkan:

  • Para pangeran dan bangsawan keraton
  • Pejabat pemerintah daerah
  • Perwakilan budayawan Jawa

Dengan penobatan tersebut, PB XIII secara eksplisit menunjuk Gusti Purbaya sebagai penerus tahta, mengikuti garis keturunan langsung (primogeniture), meski ia bukan putra sulung.

Namun, keputusan ini ternyata tidak diterima bulat oleh seluruh keluarga kerajaan.

Sengketa Internal: Status Permaisuri Jadi Akar Konflik

Menurut R. Surojo, pegiat sejarah dan budaya Jawa dari IKIP Semarang, suksesi takhta Keraton Surakarta diprediksi akan berjalan alot karena adanya perselisihan internal yang sudah berlangsung bertahun-tahun.

“Masalah ini tak lepas dari kemelut lama yang terjadi di dalam keraton sejak beberapa tahun silam,” ungkap Surojo.

Inti konfliknya sederhana namun sensitif:

Sebagian adik kandung PB XIII tidak mengakui GKR Pakubuwana sebagai permaisuri sah. 

Akibatnya, hak turun-temurun Gusti Purbaya dipertanyakan. Padahal, dalam tradisi Jawa, status ibu sangat menentukan legitimasi kedudukan anak dalam garis suksesi.

Surojo menyebut bahwa tiga adik laki-laki PB XIII dari ibu yang sama masih hidup dan dianggap berpotensi sebagai kandidat alternatif:

  • Gusti Benowo
  • Gusti Puger
  • Gusti Madu Kusumo

Mereka diyakini mewakili kelompok yang meragukan keabsahan pernikahan PB XIII dengan GKR Pakubuwana, meski pernikahan tersebut telah dilangsungkan secara resmi dan diakui oleh pihak keraton selama ini.

Dua Kubu dalam Keluarga Keraton: Menuju Mufakat atau Perpecahan?

Situasi ini menciptakan dua pandangan berbeda dalam keluarga besar Keraton Surakarta:

  • Kubu Pro-Gusti Purbaya: Mengakui penobatan resmi 2022 dan menghormati keputusan almarhum PB XIII.
  • Kubu Skeptis: Meragukan legitimasi garis keturunan karena isu status permaisuri.

Menurut Surojo, perbedaan ini harus segera dilebur demi keutuhan keraton sebagai simbol budaya Jawa.

“Dua pandangan itu harus dipersatukan dan bermuara pada suksesi. Harapan saya, musyawarah cepat selesai. Tidak ada hambatan. Setelah 40 atau 100 hari wafatnya raja, proses suksesi bisa berjalan tanpa ganjalan.” 

Dalam tradisi Jawa, masa 40 hari atau 100 hari setelah kematian raja adalah periode penting untuk menyelesaikan urusan internal sebelum memulai prosesi pengangkatan raja baru.

Peran Keraton Surakarta di Era Republik: Antara Simbol dan Otoritas

Konflik suksesi ini juga mencerminkan ketegangan struktural antara kerajaan tradisional dan negara modern.

Sejak integrasi Keraton Surakarta ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 1946, perannya berubah dari pusat kekuasaan politik menjadi lembaga budaya. Namun, simbolisme keraton tetap kuat—terutama dalam melestarikan bahasa, tata krama, seni, dan spiritualitas Jawa.

Komentar Gusti Purbaya tentang “Nyesel Gabung Republik” mungkin terdengar provokatif, tetapi bagi banyak warga Solo, itu adalah ekspresi frustrasi atas minimnya perhatian negara terhadap pelestarian warisan budaya.

Pertanyaannya kini:

Akankah Gusti Purbaya menjadi Pakubuwono XIV yang memperkuat peran budaya keraton di tengah arus modernisasi? Atau proses suksesi ini justru memicu fragmentasi internal yang merusak citra keraton? 

Kesimpulan: Antara Legitimasi, Tradisi, dan Persatuan

Gusti Purbaya memiliki basis legitimasi formal sebagai putra mahkota yang ditunjuk langsung oleh almarhum raja. Ia muda, berpendidikan, dan peduli pada nasib bangsanya—kualitas yang dibutuhkan pemimpin budaya di abad ke-21.

Namun, tantangan terbesarnya bukan dari luar, melainkan dari dalam: persatuan keluarga kerajaan.

Suksesi takhta Keraton Surakarta bukan hanya soal siapa yang duduk di singgasana, tapi bagaimana keluarga besar mampu meletakkan kepentingan pribadi demi kelangsungan warisan budaya Jawa.

Dunia menanti:

Akankah Keraton Surakarta menunjukkan keteladanan musyawarah seperti ajaran Hamemayu Hayuning Bawono—memperindah kehidupan dunia—atau justru terjebak dalam perpecahan yang merusak warisan leluhur? 

Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di :
Instagram@gadgetvivacoid
FacebookGadget VIVA.co.id
X (Twitter)@gadgetvivacoid
Whatsapp ChannelGadget VIVA
Google NewsGadget