Perang Dingin Jilid II? Putin Perintahkan Persiapan Uji Senjata Nuklir

Uji Coba Senjata Nuklir
Sumber :
  • bbc

Situasi geopolitik dunia kembali memanas. Presiden Rusia, Vladimir Putin, baru saja memerintahkan kementerian dan lembaga terkait untuk bersiap menghadapi kemungkinan dimulainya kembali uji coba senjata nuklir. Langkah mengejutkan ini diambil sebagai respons atas kabar bahwa Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Donald Trump tengah berencana melakukan pengujian senjata nuklir baru.

Amerika Luncurkan Rudal Minuteman III Tanpa Nuklir ke Pasifik, Apa Tujuannya?

Menurut Putin, keputusan AS tersebut merupakan “masalah serius” yang bisa mengancam stabilitas keamanan global. Ia menegaskan, Rusia tidak akan tinggal diam jika Washington benar-benar melanjutkan rencana pengujian senjata pemusnah massal itu.

Dalam pernyataannya yang dikutip dari Sputnik, Kamis (6/11/2025), Putin menyebut, “Ya, ini masalah serius.” Pernyataan itu disampaikan dalam pertemuan Dewan Keamanan Nasional Rusia yang dihadiri sejumlah pejabat tinggi negara. Ia juga menegaskan bahwa langkah AS ini bisa menjadi pemicu baru ketegangan militer di dunia.

Trump Tegaskan Kekuatan Nuklir AS, Bisa Meledakkan Dunia 150 Kali

Respons Cepat Rusia: Analisis dan Persiapan Strategis

Putin mengungkapkan bahwa dirinya telah menerima laporan dari Duta Besar Rusia untuk AS, Alexander Darchiev, terkait klarifikasi pernyataan Trump soal kebijakan nuklir. Dewan Keamanan Rusia kemudian langsung melakukan analisis mendalam terhadap pernyataan yang juga sempat diutarakan oleh sejumlah pejabat tinggi AS.

Amerika Siap Meledak! Trump Pastikan Uji Coba Nuklir Jalan Terus

Sebagai tindak lanjut, Putin memerintahkan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, serta lembaga intelijen dan badan sipil terkait untuk segera mengumpulkan informasi tambahan. Langkah ini bertujuan menyusun rekomendasi strategis sebagai antisipasi terhadap kemungkinan terburuk.

“Saya telah menginstruksikan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, serta lembaga-lembaga sipil dan khusus untuk mengumpulkan informasi tambahan mengenai masalah ini. Setelah dianalisis di level Dewan Keamanan, mereka akan mengajukan proposal mengenai kemungkinan dimulainya persiapan uji coba senjata nuklir,” ujar Putin tegas.

Instruksi tersebut menandakan bahwa Rusia kini mulai memasuki fase kesiapsiagaan tinggi, terutama dalam menghadapi skenario jika AS benar-benar melanggar moratorium uji coba nuklir yang telah lama disepakati pasca-Perang Dingin.

Kesiapan Fasilitas Nuklir di Kutub Utara

Tak hanya berhenti pada perintah politik, Menteri Pertahanan Rusia Andrei Belousov juga menegaskan bahwa negaranya siap mengambil langkah konkret. Ia menuturkan, fasilitas uji coba nuklir di Novaya Zemlya, sebuah kawasan terpencil di wilayah Kutub Utara, dapat diaktifkan kembali kapan saja jika diperlukan.

“Perlu untuk memulai persiapan dimulainya kembali uji coba nuklir di fasilitas Novaya Zemlya,” ungkap Belousov. Pernyataannya memperlihatkan bahwa Rusia sudah memiliki kapasitas dan infrastruktur yang siap digunakan kembali tanpa memerlukan waktu lama.

Para pengamat militer menilai, Novaya Zemlya memang telah lama menjadi lokasi strategis bagi Rusia untuk melakukan uji coba senjata berkekuatan besar sejak era Uni Soviet. Walaupun telah ditutup selama beberapa dekade terakhir, kompleks tersebut tetap dijaga ketat dan dirawat dalam kondisi siap pakai.

Ketegangan Baru Antara Dua Kekuatan Dunia

Langkah Rusia ini menandai babak baru dalam hubungan tegang antara dua kekuatan nuklir terbesar di dunia. Jika kedua negara benar-benar melanjutkan uji coba, para analis memperingatkan bahwa dunia bisa kembali menghadapi perlombaan senjata nuklir, mirip dengan yang terjadi selama era Perang Dingin.

Sebelumnya, Donald Trump sempat mengeluarkan pernyataan kontroversial bahwa Amerika memiliki kemampuan untuk “meledakkan dunia hingga 150 kali” dengan arsenal nuklir yang dimilikinya. Pernyataan tersebut jelas memicu reaksi keras dari Rusia dan China yang merasa tersindir.

Sebagai respons diplomatik, Moskow menilai pernyataan Trump sebagai bentuk provokasi berbahaya yang dapat merusak keseimbangan kekuatan strategis dunia. Rusia menegaskan, jika AS melanggar perjanjian moratorium, maka negara lain juga memiliki hak yang sama untuk melakukan hal serupa.

Dunia di Persimpangan Bahaya

Peringatan dari para analis keamanan global kini semakin nyaring terdengar. Mereka menilai, jika uji coba senjata nuklir benar-benar dilanjutkan, maka hal itu akan menjadi kemunduran besar bagi upaya perdamaian dunia. Apalagi, di tengah meningkatnya ketegangan di berbagai kawasan seperti Timur Tengah dan Eropa Timur, langkah seperti ini bisa memicu efek domino yang sulit dikendalikan.

Pakar hubungan internasional dari Moskow Institute of World Studies menyebut, “Kembalinya era uji coba nuklir berarti dunia telah gagal menjaga warisan diplomasi pasca-Perang Dingin. Ini bukan hanya ancaman militer, tapi juga ancaman terhadap masa depan kemanusiaan.”

Namun di sisi lain, beberapa analis Rusia menilai keputusan Putin bersifat reaktif sekaligus preventif. Artinya, langkah tersebut tidak serta-merta dimaksudkan untuk memulai konflik, tetapi sebagai tindakan penyeimbang terhadap potensi agresi Amerika Serikat.

Keseimbangan Kekuatan yang Rawan Pecah

Selama beberapa dekade terakhir, keseimbangan kekuatan antara Rusia dan AS telah dijaga melalui berbagai perjanjian internasional seperti Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT) dan Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty (CTBT). Namun, dalam beberapa tahun terakhir, perjanjian-perjanjian tersebut mulai terancam rapuh akibat dinamika politik global yang semakin sulit diprediksi.

Apabila kedua negara benar-benar melanjutkan uji coba, bukan tidak mungkin negara-negara lain seperti China, Korea Utara, hingga Iran akan terpancing mengikuti jejak serupa. Hal ini tentu membuka potensi terjadinya perlombaan senjata skala global, yang pada akhirnya mengancam keamanan internasional.

Langkah Rusia mempersiapkan kembali uji coba senjata nuklir menjadi sinyal serius bahwa dunia sedang berada dalam situasi paling berisiko dalam dua dekade terakhir. Di tengah upaya diplomasi yang rapuh, satu keputusan salah dari kedua belah pihak bisa berakibat fatal bagi perdamaian global.

Kini, semua mata tertuju pada Moskow dan Washington. Dunia berharap agar kedua negara mampu menahan diri dan mengutamakan dialog daripada provokasi kekuatan. Sebab, sekali lagi, taruhannya bukan hanya soal politik atau militer, melainkan masa depan peradaban manusia itu sendiri.