Kisah Palestina Saat Kepemimpinan Kaisar Ottoman
- HistoryMaps
Kekaisaran Ottoman memberikan perlindungan yang kuat bagi Palestina. Ketika Napoleon Bonaparte mencoba menaklukkan Mesir pada tahun 1799, Kekaisaran Ottoman, dengan dukungan Inggris, berhasil mempertahankan Palestina.
Keberhasilan tersebut mendorong Mesir untuk berperan aktif di Palestina. Di sana, Muhammad Ali Pasha, penguasa Mesir yang kuat, bersama putranya, Ibrahim Pasha, memulai serangkaian reformasi untuk memodernisasi wilayah tersebut dengan memperkenalkan pengaruh Barat.
Langkah modernisasi ini juga dipercepat oleh upaya reformasi yang dilakukan oleh Sultan Ottoman Mahmud II (berkuasa 1808-1839).
Perubahan ini membuka pintu bagi modernisasi dan pluralisme di Palestina. Berbagai misionaris Kristen mulai beraktivitas lebih bebas, termasuk mendirikan sekolah.
Namun, pengaruh Muhammad Ali Pasha di wilayah Palestina semakin kuat, hampir seolah-olah dia sedang membangun negara yang independen. Kekuasaannya yang semakin membesar memicu perlawanan terhadap kekuasaan Ottoman.
Pada tahun 1831, Muhammad Ali Pasha berhasil menduduki Palestina, yang saat itu berpusat administrasi di Acre. Bersama putranya, Ibrahim Pasha, dia memulai proses modernisasi yang melibatkan pengaruh Barat.
Meskipun pada tahun 1840, Kekaisaran Ottoman, bersama Inggris, Austria, dan Rusia, memaksa mundur Mesir, Palestina tetap di bawah kendali langsung dari Konstantinopel.
Reformasi Ottoman
Setelah Palestina kembali ke pangkuan Kekaisaran Ottoman pada tahun 1840, Sultan Abdul Majid mulai menerapkan reformasi bertahap di wilayah tersebut.
Salah satu reformasi penting adalah pengenalan Undang-Undang Pertanahan pada tahun 1858, yang mendorong kepemilikan pribadi, pertumbuhan pertanian, pengurangan struktur berbasis etnis, dan peningkatan populasi.
Reformasi ini membuka jalan bagi gerakan zionis yang bertujuan menguasai Palestina. Kepemilikan tanah pribadi yang semakin meningkat menjadi dasar bagi wacana pendirian negara Yahudi pada tahun 1896. Imigrasi besar-besaran Yahudi, terutama dari Rusia, pada tahun 1882, memperkuat pemukiman Zionis.
Kekaisaran Ottoman melakukan pembagian administratif yang lebih matang pada tahun 1888, membagi Palestina menjadi tiga distrik: Nablus, Acre, dan Yerusalem. Nablus dan Acre berada di bawah administrasi provinsi Beirut, sementara Yerusalem dikelola secara otonom oleh Konstantinopel.
Kebangkitan Nasionalisme Arab dan Gerakan Zionis
Masuknya abad ke-20 menyaksikan gelombang nasionalisme Arab di seluruh Kekaisaran Ottoman, yang menginginkan kemerdekaan. Ketika Perang Dunia I meletus, negara-negara Eropa berencana membagi-bagi wilayah Timur Tengah, termasuk Palestina, sesuai dengan Perjanjian Sykes-Picot pada tahun 1916.