Misteri Mumi Gurun Tarim: Terungkap, Bukan dari China tapi Bangsa Kuno yang Telah Punah
- lifehack
Penemuan ratusan mumi kuno di tengah gurun tandus wilayah barat China telah mengguncang dunia arkeologi. Lokasi penemuan berada di Daerah Otonomi Uyghur, Xinjiang, tepatnya di Cekungan Tarim yang terkenal gersang dan ekstrem. Temuan ini menjadi sorotan karena bentuk dan kondisi mumi tidak sesuai dengan gambaran umum tentang budaya lokal saat itu.
Biasanya, mumi erat kaitannya dengan Mesir Kuno. Namun, dalam kasus ini, para ilmuwan justru menemukan karakteristik yang sangat berbeda. Mumi-mumi tersebut tampak “asing” baik dari sisi penampilan maupun budaya. Bahkan, busana dan barang-barang peninggalannya jauh dari tradisi lokal China.
Ciri-ciri Mumi Tarim yang Membingungkan
Ratusan mumi tersebut diperkirakan berasal dari sekitar tahun 2.000 SM hingga 200 M. Yang mengejutkan, mereka memiliki ciri-ciri fisik seperti orang Eropa Barat: hidung mancung, rambut cokelat atau pirang, dan tinggi badan yang mencolok. Selain itu, mereka mengenakan pakaian dari wol berwarna cerah, sesuatu yang sangat tidak umum di daerah Asia Timur kala itu.
Tak hanya itu, para peneliti juga menemukan bekal kubur berupa hasil pertanian dan hewan ternak seperti sapi, kambing, dan domba. Yang unik, mumi-mumi itu diletakkan dalam peti mati berbentuk perahu dan dibungkus dengan kulit sapi—sebuah praktik pemakaman yang belum pernah dijumpai di wilayah China sebelumnya.
Penelitian Genetik Ungkap Asal Usul Mengejutkan
Untuk mengungkap asal-usul para mumi ini, tim ilmuwan internasional melakukan analisis genetik terhadap 13 mumi tertua dari Cekungan Tarim. Penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Nature dan hasilnya sangat mengejutkan.
Bertentangan dengan dugaan awal, para mumi bukanlah keturunan dari bangsa penggembala Laut Hitam, petani dari Dataran Tinggi Iran, atau orang Asia Tengah. Mereka justru merupakan keturunan langsung dari Bangsa Eurasia Utara Kuno, kelompok pemburu-pengumpul yang telah punah sekitar 10.000 tahun lalu.
Kelompok ini dulunya hidup di wilayah padang rumput luas yang kini dikenal sebagai Siberia dan sebagian besar Eurasia utara. Meski peradaban mereka telah lama menghilang, jejak genetiknya masih bisa ditemukan pada populasi Pribumi di Siberia dan Amerika.
Budaya Kosmopolitan di Tengah Isolasi Genetik
Walau secara genetik terisolasi, masyarakat Zaman Perunggu di Cekungan Tarim ternyata menjalani kehidupan yang sangat kosmopolitan. Menurut Christina Warinner, profesor Antropologi dari Universitas Harvard dan pemimpin studi ini, masyarakat kuno itu sudah mengenal berbagai budaya dan pengetahuan dari penjuru Asia.
“Mereka memasak menggunakan gandum dan susu dari Asia Barat, millet dari Asia Timur, serta tanaman obat seperti Ephedra dari Asia Tengah,” ujarnya.
Dengan kata lain, meski secara genetik terisolasi dari populasi luar, interaksi budaya mereka sangat terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa perdagangan dan pertukaran budaya melalui Jalur Sutra sudah terjadi jauh sebelum era sejarah tertulis.
Temuan Ini Mengubah Peta Sejarah Asia
Penemuan mumi Tarim secara drastis mengubah pemahaman tentang peradaban awal di Asia Tengah. Selama ini, Jalur Sutra dikenal sebagai jalur perdagangan penting yang menghubungkan Timur dan Barat. Namun, fakta bahwa kelompok terasing seperti mumi Tarim sudah terlibat dalam pertukaran budaya menunjukkan bahwa proses globalisasi mungkin sudah terjadi sejak 4.000 tahun lalu.
Selain itu, keberadaan mumi dalam kondisi sangat baik di daerah gurun seperti Tarim menunjukkan bahwa lingkungan ekstrem turut membantu proses alami mumifikasi. Suhu kering dan tanah asin gurun menjaga tubuh-tubuh tersebut tetap utuh selama ribuan tahun.