Guncang Dunia! Pengadilan Internasional Nyatakan Israel Lakukan Genosida di Gaza, AS Ikut Disorot

Israel Lakukan Genosida di Gaza
Sumber :
  • lifehack

Pengadilan kejahatan perang yang digelar di Istanbul, Turki, pada Minggu (26/10/2025), menggemparkan dunia dengan keputusan akhirnya. Dalam sidang yang berlangsung selama empat hari, para juri memutuskan bahwa Israel telah melakukan tindakan genosida di Gaza. Keputusan itu juga menyinggung peran negara-negara lain yang dianggap turut mendukung aksi tersebut, termasuk Amerika Serikat.

Pasukan Israel Kembali Serang Gaza, 104 Warga Tewas dalam Sehari

Pengadilan yang bersifat tidak resmi ini pertama kali dibentuk di London pada November 2024. Meski bukan lembaga hukum formal seperti Mahkamah Internasional (ICJ), pengadilan ini mengikuti tradisi “Pengadilan Russell” yang pernah diselenggarakan pada 1967 untuk menyelidiki kejahatan perang Amerika Serikat di Vietnam. Tujuannya serupa: mengumpulkan bukti, mendengarkan saksi, dan menyoroti pelanggaran kemanusiaan yang luput dari sanksi hukum resmi.

Sidang kali ini dipimpin oleh Richard Falk, mantan pelapor khusus PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) di wilayah Palestina. Di bawah kepemimpinannya, pengadilan menghabiskan waktu setahun penuh untuk menyelidiki peristiwa di Gaza, termasuk mendengarkan keterangan para saksi, penyintas, hingga mengarsipkan bukti-bukti dokumenter.

Konflik Gaza Panas Lagi! Israel Bombardir Rafah, AS Masih Bicara Soal Damai?

Dalam putusan akhirnya, juri menyatakan Israel bersalah atas tindakan genosida dan kejahatan perang lain yang dilakukan selama konflik di Gaza. Mereka menyoroti penghancuran besar-besaran bangunan perumahan, blokade bantuan makanan, penyiksaan terhadap warga sipil, serta serangan langsung terhadap jurnalis yang meliput di wilayah tersebut.

Selain menegaskan tanggung jawab Israel, pengadilan juga menuntut agar semua pihak yang terlibat—baik pelaku langsung maupun negara pendukung—dimintai pertanggungjawaban. Juri menyerukan agar Israel dikeluarkan dari keanggotaan berbagai organisasi internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebagai bentuk tekanan moral atas tindakannya di Gaza.

Rusia Pamer Rudal Nuklir Abadi! Burevestnik Diklaim Bisa Terbang Keliling Bumi Tanpa Terlacak!

Salah satu temuan penting dari sidang tersebut adalah keterlibatan negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat. Juri menilai Washington berperan besar dalam memperkuat operasi militer Israel di Gaza melalui dukungan diplomatik, bantuan senjata, suplai suku cadang, intelijen, serta pelatihan militer. Tidak hanya itu, bantuan ekonomi berkelanjutan dari AS juga dianggap memperpanjang penderitaan rakyat Palestina.

Temuan ini memperkuat pandangan banyak pihak bahwa konflik di Gaza bukan hanya persoalan dua pihak, melainkan hasil dari sistem dukungan internasional yang kompleks. Israel, dengan dukungan kuat dari negara-negara besar, dituding memiliki kekebalan politik yang membuatnya sulit dijerat secara hukum meski banyak laporan pelanggaran HAM yang telah diungkapkan.

Selain mengutuk kejahatan perang yang terjadi, pengadilan juga menyoroti rencana perdamaian Gaza yang diusulkan oleh Presiden AS Donald Trump. Menurut juri, dua poin penting dalam rencana tersebut dinilai mengabaikan hak-hak dasar rakyat Palestina yang dijamin oleh hukum internasional. Sayangnya, meski pengadilan menilai rencana itu tidak adil, tidak ada langkah konkret yang diambil untuk menindak pelaku genosida.

Dalam pernyataannya yang dikutip Al Jazeera, para anggota pengadilan menegaskan bahwa rakyat Palestina harus memimpin proses pemulihan Gaza. Mereka menuntut agar Israel dan para pendukungnya bertanggung jawab penuh atas kerusakan besar yang terjadi. “Palestina harus menjadi pihak utama dalam membangun kembali Gaza. Israel dan para sekutunya wajib menanggung biaya pemulihan sebagai bentuk tanggung jawab moral dan hukum,” demikian pernyataan resmi juri.

Meskipun keputusan pengadilan ini tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, maknanya sangat besar di mata publik internasional. Para juri menyebut sidang tersebut sebagai “respons moral dari masyarakat sipil dunia” terhadap tragedi kemanusiaan yang terus berlangsung di Gaza. Pengadilan ini diharapkan dapat menggugah kesadaran global tentang pentingnya keadilan dan akuntabilitas di tengah ketidakadilan geopolitik.

“Pengadilan ini bukan untuk menentukan kesalahan individu atau negara secara hukum. Namun, kami percaya bahwa genosida harus diakui dan didokumentasikan agar tidak dilupakan,” ujar para juri dalam pernyataan penutupnya. Mereka menegaskan, impunitas—atau pembiaran tanpa hukuman—adalah akar dari kekerasan yang terus berulang di berbagai belahan dunia.

Keputusan ini datang di tengah kondisi Gaza yang masih bergejolak meskipun gencatan senjata sempat diumumkan. Laporan terbaru menyebutkan, serangan sporadis masih terjadi, dan korban jiwa dari kalangan warga sipil terus bertambah. Dalam situasi seperti ini, keputusan pengadilan menjadi semacam simbol perlawanan moral terhadap ketidakadilan yang dialami rakyat Palestina.

Sementara itu, komunitas internasional masih terbagi dalam menanggapi keputusan ini. Beberapa organisasi HAM menyambut baik langkah tersebut sebagai bentuk solidaritas global terhadap korban perang di Gaza. Namun, sebagian pihak lain, terutama dari blok pendukung Israel, menilai pengadilan itu tidak sah dan bias secara politik.

Terlepas dari perdebatan tersebut, hasil pengadilan kejahatan perang di Istanbul menjadi titik penting dalam sejarah konflik Palestina-Israel. Ia memperlihatkan bahwa tekanan moral dari masyarakat sipil dunia tetap memiliki kekuatan, bahkan ketika sistem hukum internasional resmi tampak lemah menghadapi kekuatan politik negara besar.

Kini, sorotan dunia tertuju pada bagaimana komunitas internasional menindaklanjuti keputusan tersebut. Apakah akan ada langkah nyata menuju keadilan bagi rakyat Palestina, atau keputusan ini hanya akan menjadi catatan sejarah yang terlupakan di tengah dinamika politik global? Yang jelas, pesan dari pengadilan itu menggema kuat: genosida tidak boleh dibiarkan tanpa pertanggungjawaban.