Israel Langgar Gencatan Senjata 194 Kali, Gaza Kembali Berduka
- palestine
Akibat keterlambatan dan pembatasan ini, sekitar 288.000 keluarga Palestina masih hidup di jalanan. Mereka terpaksa berlindung di reruntuhan bangunan, sekolah, maupun area publik tanpa fasilitas dasar seperti air bersih dan listrik. Kondisi cuaca yang mulai memburuk semakin memperparah penderitaan para pengungsi.
Ribuan Warga Hilang dan Infrastruktur Hancur
Kantor Media Gaza memperkirakan sekitar 9.500 warga Palestina masih hilang, baik tertimbun reruntuhan maupun belum diketahui keberadaannya. Upaya pencarian terkendala karena minimnya alat berat dan risiko tinggi akibat sisa bom yang belum meledak.
Selain korban manusia, kerusakan infrastruktur di Gaza mencapai tingkat yang mencengangkan. Data pemerintah setempat menunjukkan bahwa 90 persen infrastruktur sipil hancur, termasuk rumah sakit, sekolah, dan jaringan listrik. Kerugian material diperkirakan mencapai 70 miliar dolar AS. Angka ini belum termasuk kerugian ekonomi akibat lumpuhnya aktivitas perdagangan dan industri lokal.
Kecaman Internasional
Pelanggaran demi pelanggaran ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan keprihatinan mendalam atas laporan yang menyebut lebih dari 100 warga Gaza tewas hanya dalam satu malam, meskipun gencatan senjata masih berlaku. PBB menilai tindakan Israel melanggar prinsip dasar kemanusiaan dan hukum internasional.
Meski tekanan diplomatik terus meningkat, Israel belum menunjukkan tanda-tanda menghentikan aksinya. Pemerintah Tel Aviv berdalih bahwa operasi militernya ditujukan untuk menindak kelompok bersenjata di Gaza. Namun, banyak pengamat menilai alasan tersebut tidak dapat membenarkan penyerangan terhadap warga sipil dan fasilitas umum.
Harapan Akan Perdamaian
Kendati situasi semakin suram, pemerintah Gaza tetap menyerukan pentingnya menegakkan kembali kesepakatan damai. Mereka berharap komunitas internasional dapat menekan Israel agar benar-benar mematuhi isi perjanjian gencatan senjata dan membuka akses bantuan tanpa syarat.
“Rakyat Palestina hanya ingin hidup dalam damai dan bermartabat,” tutur Thawabteh. Ia menegaskan bahwa selama pelanggaran terus terjadi, penderitaan rakyat Gaza tidak akan berakhir.
Kini, dunia menanti apakah Israel akan menghentikan pelanggaran dan mematuhi komitmen internasionalnya, atau justru terus melanjutkan operasi militer yang telah menimbulkan krisis kemanusiaan terburuk di abad ini.