Eks PSM Makassar Anco Jansen Hina Sepak Bola Indonesia, Ini Faktanya

Kisah dan Kontroversi Anco Jansen
Sumber :
  • soccer

Nama Anco Jansen kembali mencuat di dunia maya setelah lama tak terdengar. Mantan pemain PSM Makassar asal Belanda ini menimbulkan kontroversi besar usai melontarkan komentar yang menyinggung Indonesia. Dalam sebuah podcast sepak bola di negaranya, ia menyebut Indonesia sebagai “negara miskin” dengan masyarakat yang dikenal karena “keganasan di media sosial”.

FIFA Salah Data soal Pemain Diaspora, Fakta Skuad Timnas Indonesia U-17 Jelang Piala Dunia 2025 Terungkap

Anco Jansen memang sempat menjadi bagian dari perjalanan PSM Makassar pada musim Liga 1 2021–2022. Didatangkan dari klub Belanda NAC Breda, pemain berposisi sebagai winger kiri ini hadir dengan ekspektasi tinggi. Apalagi, saat itu PSM juga memiliki sesama pemain Belanda, Wiljan Pluim, yang sudah lebih dulu menjadi sosok penting di skuad Juku Eja.

Adaptasi Jansen di Makassar berjalan cukup lancar. Ia kerap tampil penuh semangat dan menunjukkan permainan khas Eropa yang cepat dan agresif. Namun, performanya di lapangan dinilai belum terlalu istimewa. Dari 20 pertandingan yang ia jalani, Jansen hanya berhasil mencetak lima gol dan satu assist. Angka tersebut membuat manajemen klub enggan memperpanjang kontraknya ketika musim 2022–2023 dimulai.

PSSI Buka Suara Soal Isu Shin Tae-yong Balik ke Timnas Indonesia, Ini Penjelasan Resminya

Kritik Pedas Anco Jansen terhadap Indonesia

Setelah tiga tahun berlalu tanpa kabar, publik dikejutkan oleh pernyataan Jansen dalam podcast Voetbalpraat di Belanda. Dalam percakapan santai itu, ia menyinggung soal pengalamannya bermain di Indonesia yang menurutnya penuh tantangan dan perbedaan budaya besar.

PSSI Akui Kendala Biaya Hambat Seleksi Pelatih Baru Timnas Indonesia, Shin Tae-yong Dicoret dari Bursa

“Saya bermain di sana saat pandemi. Indonesia negara yang sangat miskin, tapi semua orang punya smartphone dan Instagram sangat populer di sana,” ujarnya dalam podcast tersebut.

Tak berhenti di situ, ia menambahkan pengalaman pribadinya ketika mendapat tekanan besar dari warganet Indonesia. “Kalau gagal mencetak gol, saya selalu disarankan untuk tidak melihat media sosial selama dua hari,” lanjut Jansen, yang pernah membela klub-klub Eropa seperti FC Groningen, PEC Zwolle, De Graafschap, Roda JC, hingga NAC Breda.

Komentar ini sontak memancing amarah netizen Indonesia. Banyak yang menilai ucapan Jansen tidak menghargai negara yang pernah memberinya kesempatan bermain profesional di luar Eropa.

Menilai Ucapannya: Kritik atau Penghinaan?

Meski ucapannya terdengar kasar, sebagian pengamat sepak bola menilai kritik Jansen bisa jadi mencerminkan kenyataan yang ia rasakan selama berkarier di Indonesia. Ia mungkin bermaksud menggambarkan ketimpangan sosial dan tekanan publik yang tinggi terhadap pemain asing. Namun, cara penyampaiannya yang frontal membuat banyak orang menilainya sebagai bentuk penghinaan.

Dalam konteks profesional, Jansen memang menghadapi situasi yang tidak mudah saat bermain di Indonesia. Kompetisi berlangsung di tengah pandemi COVID-19, stadion ditutup untuk penonton, dan atmosfer sepak bola nasional saat itu sedang tidak stabil. Hal-hal tersebut kemungkinan menjadi latar belakang pengalaman pahit yang memengaruhi persepsinya.

Kritik Lanjutan: “Sepak Bola Indonesia Tidak Ada Apa-Apanya”

Selain menyebut Indonesia sebagai negara miskin, Jansen juga menilai kualitas sepak bola nasional masih jauh dari standar Eropa. Ia menyoroti terbatasnya fasilitas, akademi, dan kualitas pelatih lokal.

“Fasilitas dan pelatih di sana sangat terbatas. Itu cukup menjelaskan semuanya. Para pemain naturalisasi memang populer dan punya jutaan pengikut, tapi sepak bola Indonesia sebenarnya tidak ada apa-apanya,” tegasnya.

Ucapan ini kembali memicu perdebatan di dunia maya. Beberapa pihak menganggapnya terlalu merendahkan, sementara sebagian lain menilai itu sebagai kritik realistis terhadap kondisi sepak bola Indonesia yang masih terus berproses.

Sepak Bola Indonesia Terus Berbenah

Terlepas dari komentar negatif Anco Jansen, sepak bola Indonesia saat ini tengah menunjukkan perkembangan signifikan. Di bawah kepemimpinan Ketua Umum PSSI Erick Thohir, berbagai upaya pembenahan dilakukan, mulai dari peningkatan kualitas kompetisi hingga pembenahan infrastruktur sepak bola nasional.

Program pembinaan usia muda juga terus diperkuat, termasuk kerja sama dengan federasi luar negeri untuk pelatihan pelatih dan wasit. Selain itu, kehadiran pemain diaspora seperti Jay Idzes, Kevin Diks, hingga Ole Romeny membawa harapan baru bagi prestasi sepak bola Tanah Air.

Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa Indonesia tak berhenti berbenah. Kritik seperti yang disampaikan Anco Jansen seharusnya menjadi dorongan untuk memperbaiki berbagai aspek, bukan malah dijadikan bahan perpecahan atau sentimen negatif.

Dari Kontroversi Menuju Refleksi

Kisah Anco Jansen mengingatkan bahwa perbedaan budaya dan ekspektasi bisa memengaruhi cara pandang seseorang terhadap suatu negara. Bagi sebagian pemain asing, Indonesia mungkin menawarkan pengalaman unik — baik secara profesional maupun pribadi. Namun, bagi Jansen, pengalaman itu tampaknya meninggalkan kesan negatif yang kini mencuat kembali melalui ucapannya.

Bagi publik Indonesia, reaksi emosional terhadap kritik seperti ini memang bisa dimengerti. Namun, penting juga untuk melihat sisi konstruktifnya. Sepak bola Indonesia masih punya banyak pekerjaan rumah, mulai dari tata kelola, infrastruktur, hingga mentalitas profesional.

Dengan terus melakukan pembenahan dan memperkuat fondasi olahraga nasional, Indonesia bisa membuktikan bahwa pandangan pesimis seperti milik Anco Jansen tidak lagi relevan di masa depan.