Polri Ungkap Jumlah Sebenarnya: 300 Personel di Kementerian & Lembaga!

Polri Ungkap Jumlah Sebenarnya: 300 Personel di Kementerian & Lembaga!
Sumber :
  • Polri

Gadget – Isu penempatan anggota kepolisian aktif di jabatan sipil kembali mencuat ke permukaan. Setelah ramai beredar klaim bahwa ribuan personel Polri "menyebar" di berbagai kementerian dan lembaga negara, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri) akhirnya memberikan klarifikasi resmi.

Pelaku Ledakan SMAN 72 Diduga Korban Bullying, Polisi Ungkap Fakta Mengejutkan!

Angkanya memang jauh di bawah spekulasi publik, namun tetap mengejutkan: sekitar 300 anggota Polri aktif kini menduduki posisi di luar struktur kepolisian banyak di antaranya pada level manajerial. Angka ini diungkap langsung oleh Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Inspektur Jenderal Polisi Sandi Nugroho, pada Selasa, 18 November 2025.

Namun, di balik angka tersebut, muncul gejolak hukum yang lebih besar. Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengeluarkan putusan historis yang mengharuskan semua anggota Polri yang ingin menempati jabatan sipil untuk mengundurkan diri atau pensiun terlebih dahulu menghapus celah hukum yang selama ini dimanfaatkan.

Situasi Memanas, Prabowo Perintahkan TNI-Polri Bertindak Tegas Lawan Anarkis

Artikel ini mengupas tuntas jumlah sebenarnya personel Polri di jabatan sipil, mekanisme penempatannya, respons Polri terhadap putusan MK, serta implikasi terhadap tata kelola birokrasi dan meritokrasi di Indonesia.

Fakta di Balik Angka: Hanya 300, Bukan Ribuan

Kecanggihan Robot Humanoid dan Robodog Meriahkan HUT Bhayangkara, Ini Kelebihannya!

Selama ini, beredar narasi bahwa ribuan polisi aktif mengisi jabatan di luar institusi kepolisian mulai dari kementerian hingga lembaga negara strategis. Namun, Kabidhumas Polri, Irjen Sandi Nugroho, membantah klaim tersebut.

“Jadi, bukan berarti 4.132 orang itu adalah semuanya menduduki posisi sipil manajerial yang memengaruhi meritokrasi, bukan. Tapi ada sekitar 300 orang yang ada,” tegasnya. 

Sandi menjelaskan bahwa angka 4.132 yang sempat disebut dalam diskusi publik merujuk pada total personel Polri yang pernah ditugaskan di luar struktur sepanjang waktu, bukan jumlah saat ini. Dari total tersebut, hanya sekitar 300 yang masih aktif dan menempati posisi manajerial di kementerian atau lembaga.

Namun, ia menolak mengungkap rincian lembaga atau jabatan spesifik yang ditempati para personel tersebut dengan alasan kerahasiaan administratif dan prosedur internal.

Mekanisme Penugasan: Atas Permintaan, Bukan Inisiatif Polri

Polri menegaskan bahwa penempatan personel di luar struktur bukan kebijakan sepihak Korps Bhayangkara. Menurut Sandi, semua penugasan berasal dari permintaan resmi kementerian atau lembaga negara.

Prosesnya pun terstruktur dan berlapis:

  • Permintaan resmi diajukan oleh kementerian/lembaga.
  • Asisten SDM Kapolri melakukan asesmen kompetensi.
  • Kapolri mengeluarkan surat perintah penugasan.
  • Untuk jabatan tinggi (pangkat Irjen ke atas), persetujuan Presiden wajib diperoleh.
  • Untuk pangkat di bawahnya, cukup rekomendasi dari pejabat setingkat menteri.

“Selama ini pelaksanaan tugas dan tanggung jawab anggota Polri yang bekerja di luar struktur didasarkan pada mekanisme yang ditentukan undang-undang,” ujar Sandi. 

Namun, mekanisme ini kini dibatalkan efektivitasnya oleh putusan MK terbaru.

Putusan MK yang Mengguncang: Polisi Aktif Harus Mundur dari Jabatan Sipil

Pada Kamis pekan lalu, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025, yang menghapus frasa krusial dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.

Frasa yang dihapus:

“…atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.” 

Menurut MK, frasa ini bertentangan dengan UUD 1945 karena menciptakan anomali hukum:

  • Di satu sisi, Pasal 28 ayat (3) UU Polri menyatakan anggota Polri hanya boleh menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun.

Namun, Penjelasan Pasal tersebut membuka celah: selama penempatan “berdasarkan penugasan Kapolri”, polisi aktif tetap bisa menjabat posisi sipil.

“Mahkamah berpendapat bahwa frasa tersebut mengaburkan prinsip netralitas kepolisian dan mengganggu sistem meritokrasi dalam birokrasi sipil,” kata Ketua MK Suhartoyo.

Putusan ini mengabulkan permohonan dari advokat Syamsul Jahidin dan mahasiswa Christian Adrianus Sihite, yang mencontohkan kasus seperti:

  • Komjen Pol. Setyo Budiyanto sebagai Ketua KPK
  • Komjen Pol. Eddy Hartono sebagai Kepala BNPT

Keduanya dan ratusan lainnya kini harus memilih: mundur dari Polri atau melepaskan jabatan sipilnya.

Respons Cepat Polri: Rapat Darurat di Mabes

Menanggapi putusan MK, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo langsung menggelar rapat internal pada Senin pagi, 17 November 2025. Rapat tersebut dihadiri pejabat utama terkait untuk merumuskan langkah strategis.

“Polri tentu mengapresiasi dan menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi. Tadi pagi Bapak Kapolri sudah mengumpulkan para pejabat terkait untuk membahas langkah-langkah yang harus dilaksanakan,” kata Irjen Sandi. 

Langkah awal yang disusun antara lain:

  • Inventarisasi seluruh personel Polri yang saat ini menempati jabatan sipil
  • Koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait
  • Penyusunan panduan transisi sesuai putusan MK
  • Sosialisasi internal untuk mencegah multitafsir

Polri menegaskan komitmennya untuk menaati putusan konstitusional tanpa menimbulkan gejolak administratif.

Debat Meritokrasi vs Keahlian: Apa Dampaknya bagi Birokrasi?

Isu ini bukan hanya soal hukum tapi juga prinsip tata kelola pemerintahan. Di satu sisi, keberadaan anggota Polri di jabatan sipil sering dijustifikasi dengan alasan keahlian teknis, terutama di lembaga seperti BNPT, BNN, atau Komisi Pemberantasan Korupsi.

Namun, di sisi lain, keberadaan personel aktif dari institusi keamanan di birokrasi sipil berpotensi:

  • Mengaburkan netralitas aparatur sipil negara (ASN)
  • Mengganggu sistem meritokrasi yang seharusnya berbasis kompetensi dan seleksi terbuka
  • Menimbulkan konflik kepentingan, terutama dalam pengawasan atau penegakan hukum

Putusan MK kini memperjelas batas: keahlian tidak boleh mengorbankan prinsip netralitas. Jika seseorang ingin berkarier di birokrasi sipil, ia harus melepas status keanggotaan di institusi keamanan terlebih dahulu.

Apa yang Akan Terjadi pada 300 Personel Tersebut?

Dalam jangka pendek, tidak semua dari 300 personel tersebut harus langsung mundur. Beberapa skenario mungkin terjadi:

  • Mengundurkan diri dari Polri dan tetap menjabat posisi sipil
  • Pensiun dini dan dilantik sebagai pejabat sipil
  • Kembali ke kesatuan Polri jika jabatan sipil tidak krusial
  • Diberhentikan sementara hingga proses transisi selesai

Yang pasti, tidak ada lagi penugasan baru berdasarkan mekanisme lama. Semua penempatan ke depan harus mengikuti asas netralitas dan keterbukaan.

Kesimpulan: Era Baru Netralitas dalam Birokrasi Indonesia

Putusan MK dan respons Polri menandai titik balik penting dalam tata kelola pemerintahan Indonesia. Setelah bertahun-tahun praktik penugasan silang antara institusi keamanan dan birokrasi sipil, kini batas institusional ditegakkan kembali.

Angka 300 mungkin terdengar kecil dibanding total ASN, tapi simbolismenya besar: negara menegaskan bahwa birokrasi sipil harus dikelola oleh mereka yang benar-benar sipil netral, independen, dan bebas dari afiliasi keamanan.

Bagi Polri, ini bukan kekalahan melainkan kesempatan untuk fokus pada tugas pokok: menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Dan bagi Indonesia, ini adalah langkah maju menuju birokrasi yang lebih profesional, transparan, dan berbasis meritokrasi.

Seperti kata para pemohon di MK:

“Bukan soal siapa yang bisa, tapi bagaimana sistem yang adil.” 

Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di :
Instagram@gadgetvivacoid
FacebookGadget VIVA.co.id
X (Twitter)@gadgetvivacoid
Whatsapp ChannelGadget VIVA
Google NewsGadget