Israel Klaim Ditembaki, Langsung Balas Gempur Gaza, 21 Nyawa Melayang
- Anadolu via Getty Images/Anadolu
Gadget – Pada Sabtu malam, 22 November 2025, langit Gaza kembali diguncang dentuman ledakan. Israel melancarkan serangkaian serangan udara ke Jalur Gaza, menewaskan 21 warga dan melukai puluhan lainnya, menurut laporan Badan Pertahanan Sipil Gaza. Insiden ini terjadi hanya enam pekan setelah gencatan senjata yang ditengahi Amerika Serikat mulai berlaku dan kini, kesepakatan damai itu tampaknya mulai runtuh.
Puluhan rudal menghantam lima lokasi berbeda di Gaza, termasuk permukiman padat penduduk di Nuseirat dan Al-Nasr, menewaskan warga sipil tanpa pandang bulu. Di tengah duka, Israel dan Hamas saling tuding soal pelanggaran gencatan senjata memicu kekhawatiran akan kembalinya siklus kekerasan yang telah menewaskan puluhan ribu jiwa sejak Oktober 2023.
Artikel ini menyajikan kronologi serangan, klaim kedua pihak, dampak kemanusiaan, serta latar belakang politik di balik retaknya kesepakatan damai yang sempat memberi harapan bagi warga Gaza.
Kronologi Serangan: Lima Serangan Udara dalam Satu Malam
Menurut juru bicara Badan Pertahanan Sipil Gaza yang beroperasi di bawah otoritas Hamas, Mahmud Bassal, lima serangan udara terpisah dilancarkan oleh Israel pada Sabtu malam (22/11/2025). Serangan tersebut tersebar di beberapa wilayah:
Nuseirat (Gaza Tengah):
Sebuah rumah dihantam rudal, menewaskan 7 orang dan melukai lebih dari 16 orang. Lokasi ini berada di rute utama pengiriman bantuan kemanusiaan.
Al-Nasr (Barat Kota Gaza):
Serangan udara menghantam sebuah apartemen hunian, menewaskan 4 orang dan melukai sejumlah warga lainnya.
Tiga lokasi lainnya tidak disebutkan secara detail, tetapi total korban tewas mencapai 21 orang, yang dijuluki “martir” oleh pihak Gaza.
Tidak ada peringatan evakuasi sebelum serangan, sehingga warga tidak sempat mengungsi. Banyak korban diduga warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak meski verifikasi independen masih menunggu akses dari lembaga internasional.
Klaim Israel: “Teroris Bersenjata” Tembak Tentara dari Garis Kuning
Militer Israel (IDF) memberikan justifikasi atas serangan tersebut. Dalam pernyataan resminya, IDF menyatakan bahwa seorang “teroris bersenjata” telah melintasi apa yang disebut “Garis Kuning” batas zona yang telah ditinggalkan pasukan Israel sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata.
Menurut IDF, individu tersebut menembaki tentara Israel dari wilayah selatan Gaza, yang seharusnya menjadi koridor aman untuk distribusi bantuan kemanusiaan. “Kami mulai menyerang target teror di Jalur Gaza sebagai respons,” demikian pernyataan militer.
Namun, pihak Gaza membantah klaim tersebut. Tidak ada bukti visual atau laporan independen yang memverifikasi keberadaan penyerang bersenjata di lokasi tersebut. Sebaliknya, saksi mata mengatakan bahwa serangan menghantam rumah biasa tanpa aktivitas mencurigakan.
Gencatan Senjata yang Rapuh: Janji Damai yang Cepat Pudar
Gencatan senjata antara Israel dan Hamas mulai berlaku pada 10 Oktober 2025, setelah dua tahun perang brutal yang menewaskan lebih dari 45.000 warga Palestina dan 1.200 warga Israel. Kesepakatan ini ditengahi oleh Amerika Serikat, dengan dukungan Mesir dan Qatar.
Inti kesepakatan mencakup:
- Penarikan bertahap pasukan Israel dari Gaza
- Pembukaan koridor bantuan kemanusiaan
- Pertukaran tahanan dan sandera
- Penghentian serangan militer sementara
Namun, sejak awal, gencatan senjata ini tidak pernah sepenuhnya stabil. Kedua pihak saling melaporkan “pelanggaran kecil”, seperti penembakan sporadis atau patroli mendekati garis demarkasi. Ketegangan terus membara dan insiden 22 November tampaknya menjadi titik balik.
Dampak Kemanusiaan: Bantuan Terganggu, Warga Terjebak
Serangan di Nuseirat sangat mengkhawatirkan karena wilayah itu merupakan salah satu koridor utama distribusi bantuan PBB. Truk makanan, obat-obatan, dan bahan bakar biasanya melewati rute tersebut untuk menjangkau jutaan warga yang bergantung pada bantuan internasional.
Kini, dengan infrastruktur jalan rusak dan warga trauma, aliran bantuan terancam terhenti. Badan-badan seperti UNRWA dan ICRC menyatakan keprihatinan mendalam, memperingatkan risiko kelaparan dan wabah penyakit jika akses kemanusiaan tidak segera dipulihkan.
Lebih dari 2,3 juta warga Gaza hampir seluruh populasi masih hidup dalam kondisi darurat. Lebih dari 1,9 juta di antaranya adalah pengungsi internal, tinggal di tenda atau bangunan rusak tanpa listrik, air bersih, atau layanan kesehatan memadai.
Respons Internasional: Kecaman, Seruan, dan Kebisuan Strategis
Hingga Minggu (23/11/2025), reaksi global masih terpecah:
- Amerika Serikat: Menyerukan “penahanan diri” namun tidak mengutuk serangan Israel secara eksplisit.
- Uni Eropa: Menyatakan “keprihatinan mendalam” dan mendesak kedua pihak kembali ke meja perundingan.
- Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI): Mengutuk serangan Israel sebagai “pelanggaran berat terhadap gencatan senjata dan hukum humaniter internasional.”
Namun, tidak ada langkah konkret seperti sanksi atau embargo. Kebisuan ini sering dikritik sebagai bentuk komplisitas terhadap kekerasan berkelanjutan di Gaza.
Apa yang Terjadi Selanjutnya? Ancaman Eskalasi Penuh
Analis keamanan Timur Tengah memperingatkan bahwa serangan ini bisa memicu eskalasi penuh. Hamas, yang kehilangan ribuan pejuang dan infrastruktur selama perang 2023–2025, mungkin terpaksa merespons meski dengan kemampuan terbatas.
Di sisi lain, tekanan politik dalam negeri Israel terutama dari kubu sayap kanan dalam koalisi pemerintahan Netanyahu mendorong pendekatan militer yang lebih agresif. Bagi mereka, setiap tembakan dari Gaza dianggap sebagai kegagalan gencatan senjata.
Jika serangan berlanjut, kesepakatan gencatan senjata bisa runtuh total, membuka jalan bagi fase ketiga perang Gaza dengan konsekuensi kemanusiaan yang jauh lebih mengerikan.
Kesimpulan: Damai yang Belum Kunjung Tiba
Enam pekan damai terasa seperti ilusi ketika 21 nyawa melayang dalam semalam. Serangan Israel ke Gaza pada 22 November 2025 bukan hanya pelanggaran teritorial tapi pengkhianatan terhadap harapan jutaan warga yang ingin hidup tanpa dentuman bom.
Gencatan senjata hanya akan bertahan jika kedua pihak benar-benar berkomitmen, bukan hanya sebagai jeda taktis, tapi sebagai langkah menuju solusi permanen. Tanpa itu, Gaza akan terus menjadi kuburan terbuka dan setiap “martir” yang jatuh hanyalah pengingat betapa rapuhnya perdamaian di tanah yang terluka.
| Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di : | |
|---|---|
| @gadgetvivacoid | |
| Gadget VIVA.co.id | |
| X (Twitter) | @gadgetvivacoid |
| Whatsapp Channel | Gadget VIVA |
| Google News | Gadget |