Iran Tak Sendirian! 7 Kelompok Sekutunya Siap Serang Israel dari Segala Arah

Daftar Proxy Iran yang Sudah Siaga Hadapi Israel
Sumber :
  • wiki

Jaringan pengaruh militer Iran di kawasan Timur Tengah bukan hal baru. Dalam satu dekade terakhir, negeri para mullah itu berhasil membangun barisan kelompok bersenjata yang loyal dan siap bertindak jika ketegangan dengan Israel memanas. Kelompok-kelompok ini, yang kerap disebut “proxy” Iran, beroperasi lintas negara—dari Lebanon hingga Yaman—dan memiliki peran berbeda dalam strategi regional Teheran. Meski situasi terus berubah, sebagian besar dari mereka telah menjadi aktor penting dalam peta konflik modern Timur Tengah.

Konflik Gaza Panas Lagi! Israel Bombardir Rafah, AS Masih Bicara Soal Damai?

Pertama dan paling menonjol adalah Hezbollah di Lebanon. Kelompok Syiah bersenjata ini dianggap sebagai perpanjangan tangan paling kuat Iran di luar negeri. Dukungan langsung dari Garda Revolusi Iran (IRGC), khususnya dari unit elit Quds Force, telah membuat Hezbollah tumbuh menjadi kekuatan militer yang nyaris sebanding dengan sebuah tentara kecil. Dengan gudang senjata roket presisi dan pengalaman panjang dalam perang melawan Israel sejak awal 2000-an, Hezbollah menjadi aktor utama di perbatasan Lebanon–Israel. Mereka tidak hanya memiliki kekuatan militer, tetapi juga pengaruh politik besar di Lebanon, menjadikan kelompok ini instrumen strategis Iran dalam menjaga tekanan terhadap Tel Aviv.

Berikutnya, di jalur Gaza, ada Hamas dan sayap militernya, Brigade Al-Qassam. Kelompok ini dikenal sebagai pusat perlawanan Palestina terhadap Israel dan telah lama menjalin hubungan erat dengan Teheran. Dukungan Iran tak hanya berupa dana, tetapi juga mencakup pelatihan teknis serta pasokan roket dan artileri. Dalam beberapa tahun terakhir, kemampuan Hamas meluncurkan serangan roket jarak menengah meningkat pesat—bukti bahwa bantuan Iran berhasil memperkuat kapasitas militernya. Gaza pun menjadi titik utama konfrontasi darat dan udara antara Israel dan sekutu Iran di kawasan.

Drone Israel Serang Pasukan Perdamaian UNIFIL di Lebanon, PBB Kecam Pelanggaran Resolusi

Masih dari wilayah Palestina, Palestinian Islamic Jihad (PIJ) juga memainkan peran signifikan. Melalui sayap bersenjatanya, Brigade Al-Quds, PIJ mendapat dukungan finansial dan logistik dari Iran untuk melakukan serangan roket terhadap Israel. Meski skala mereka lebih kecil dibanding Hamas, loyalitas PIJ terhadap Iran membuat kelompok ini menjadi salah satu proxy yang paling aktif di Gaza. Dalam berbagai konflik, PIJ kerap beroperasi paralel dengan Hamas, menandakan koordinasi yang cukup erat di bawah pengaruh Teheran.

Sementara itu di Irak, pengaruh Iran melekat kuat pada berbagai kelompok milisi Syiah yang tergabung dalam Popular Mobilization Forces (PMF). Beberapa di antaranya, seperti Kata'ib Hezbollah, Harakat al-Nujaba, dan Asa'ib Ahl al-Haq, dikenal memiliki hubungan langsung dengan IRGC. Kelompok-kelompok ini tidak hanya terlibat dalam perang melawan ISIS, tetapi juga sering melakukan operasi yang menargetkan kepentingan Amerika Serikat dan Israel di Irak maupun Suriah. Dalam konteks konflik regional, mereka berfungsi sebagai perpanjangan logistik dan militer Iran di medan yang strategis—menghubungkan Teheran dengan Suriah dan Lebanon melalui “koridor Syiah”.

Guncang Dunia! Pengadilan Internasional Nyatakan Israel Lakukan Genosida di Gaza, AS Ikut Disorot

Dari selatan Semenanjung Arab, kelompok Houthi atau Ansar Allah di Yaman juga menjadi bagian penting dari jaringan Iran. Meskipun awalnya merupakan gerakan lokal dengan agenda domestik, dukungan material, teknologi, dan intelijen dari Iran telah mengubah mereka menjadi kekuatan regional yang disegani. Dalam beberapa tahun terakhir, Houthi melancarkan serangan menggunakan rudal balistik dan drone ke arah Laut Merah, bahkan beberapa di antaranya diklaim menargetkan kapal atau jalur yang berkaitan dengan Israel. Serangan-serangan ini menunjukkan kemampuan Iran untuk mengancam kepentingan lawannya jauh di luar wilayahnya sendiri.

Selain itu, Iran juga memiliki pengaruh besar di Suriah melalui sejumlah milisi asing dan lokal. Beberapa di antaranya adalah Liwa Fatemiyoun, yang terdiri dari pejuang asal Afganistan, dan Liwa Zainabiyoun, yang beranggotakan pejuang dari Pakistan. Kedua unit ini berada di bawah bimbingan IRGC dan sering dikerahkan untuk menjaga kepentingan Iran di Suriah. Mereka membantu rezim Bashar al-Assad dalam perang saudara dan turut berperan dalam transfer senjata serta pelatihan militer lintas-batas. Peran kelompok ini sangat strategis karena memungkinkan Iran menjaga jalur suplai senjata dari Teheran menuju Lebanon dan Gaza.

Tak berhenti di sana, Iran juga dikenal mendukung jaringan kecil dan sel-sel bersenjata lain yang tersebar di berbagai wilayah seperti Gaza, Lebanon, Irak, Suriah, hingga Yaman. Kelompok-kelompok kecil ini berfungsi sebagai “cadangan taktis” yang bisa diaktifkan kapan saja untuk operasi asimetris—terutama sabotase, serangan drone, atau kampanye siber. Pendanaan, pelatihan, dan transfer teknologi kepada kelompok semacam ini biasanya dilakukan secara terselubung oleh Quds Force.

Secara keseluruhan, berbagai laporan dari lembaga riset internasional seperti Council on Foreign Relations, Brookings Institution, dan Wilson Center menggambarkan jaringan proxy Iran sebagai sistem yang kompleks namun efisien. Setiap kelompok memiliki peran berbeda sesuai dengan medan dan kepentingan lokalnya, namun semuanya terhubung melalui satu benang merah: strategi Iran untuk menekan Israel dan mempertahankan pengaruhnya di kawasan tanpa harus berperang langsung.

Namun demikian, kapasitas dan kesiapan masing-masing kelompok tidak selalu sama. Hezbollah dan Hamas menjadi dua kekuatan utama yang mampu bertempur langsung melawan Israel, sementara milisi di Irak, Suriah, dan Yaman lebih sering menjalankan operasi pendukung. Serangan terhadap kapal, infrastruktur energi, atau pangkalan asing menjadi bentuk lain dari tekanan tidak langsung Iran terhadap Tel Aviv.

Perlu dicatat, dinamika politik di kawasan sangat cepat berubah. Kesiapan tempur, kesetiaan politik, hingga ketersediaan logistik bisa berubah sewaktu-waktu tergantung situasi domestik, tekanan internasional, maupun eskalasi konflik Israel–Palestina. Laporan terbaru periode 2024–2025 menunjukkan bahwa sebagian kelompok proxy Iran mulai lebih berhati-hati, sementara yang lain justru meningkatkan intensitas latihan dan patroli.

Dengan demikian, jaringan proxy Iran tetap menjadi faktor penentu dalam keseimbangan kekuatan di Timur Tengah. Dalam setiap ketegangan baru, baik di Gaza, Lebanon, maupun Laut Merah, bayang-bayang kehadiran Iran selalu terasa. Teheran mungkin tidak selalu terlibat secara langsung, namun melalui sekutunya yang tersebar di berbagai negara, pesan kekuatan dan pengaruhnya terus bergema di seluruh kawasan.